TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan kader dan simpatisan Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memperingati Peristiwa Kerusuhan 27 Juli atau Kudatuli yang digelar di kantor DPP PDIP di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, hari ini, Sabtu, 27 Juli 2024.
Pantaua Tempo, mantan Gubernur Jawa Tengah ganjar Pranowo juga hadir dan disambut antusias oleh massa. Ganjar tiba di lokasi acara pada pukul 07.43 WIB menggunakan sepeda. Ia mengenakan pakaian serba hitam dengan kaus bergambar kepalan tangan dan tulisan "Kudatuli Kami Tidak Lupa" di bagian depan.
Dalam suasana penuh semangat, Ganjar tampak ramah menyapa dan berfoto bersama para kader yang berdesakan untuk bisa bersalaman dan mengambil gambar bersamanya. Dengan senyum lebar, Ganjar mengangkat tangan kanannya, mengepalkan tinju. Gesturnya itu disambut sorakan oleh para hadirin.
“Belum mandi kok udah foto-foto,” kelakar Ganjar saat didesaki simpatisan PDIP yang ingin mengabadikan momen itu dengan foto bersama.
Acara peringatan yang bertajuk "Kudatuli 27 Juli, Kami Tidak Lupa" ini diawali dengan pembacaan puisi berjudul “Penguasa” yang menceritakan tentang otoritarianisme penguasa baru menggantikan otoritarianisme penguasa lama. Acara juga akan menampilkan teatrikal dan longmarch di area Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat.
Acara peringatan ini dihadiri oleh sejumlah fungsionaris DPP PDIP, seperti Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly, Anggota DPR RI fraksi PDIP Eriko Sotarduga, dan lain-lain. Sejarawan yang juga kader PDIP Bonnie Triyana juga hadir dalam acara ini.
Kilas balik peristiwa Kudatuli
Berdasarkan catatan Tempo, peristiwa itu bermula dari dualisme di tubuh Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Ketua Umum PDI hasil kongres Medan Soerjadi menyerbu dan menguasai Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta, yang diduduki Ketua Umum PDI Kongres Surabaya, Megawati Soekarnoputri.
4 Juni 1996: Enam belas pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia, dimotori Fatimah Achmad, S.H.--yang lalu disebut Kelompok 16--membentuk panitia Kongres PDI. Mereka menggugat musyawarah nasional yang memilih Megawati sebagai Ketua Umum PDI. Kelompok ini didukung pemerintah dan ABRI.
5 Juni 1996: Kelompok 16 memutuskan menyelenggarakan kongres di Medan. Kelompok Mega menolak.
19 Juni 1996: Ribuan warga PDI pro-Mega melakukan long march dari Jalan Thamrin ke kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta. Mimbar demokrasi atau sering disebut mimbar bebas pun dimulai. Mega memecat Kelompok 16.