TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Pansus Haji DPR Wisnu Wijaya mengatakan mereka membuka opsi bekerja sama dengan penegak hukum untuk menyelidiki dugaan penyimpangan kuota haji tambahan. Opsi itu bisa dilakukan setelah melakukan serangkaian investigasi lewat rapat pansus dan inspeksi mendadak (sidak) di sejumlah tempat terkait.
“Pansus Haji DPR membuka opsi untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum, seperti Polri atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” kata Wisnu dalam keterangan resmi, Sabtu 7 September 2025.
Anggota Komisi VIII DPR ini mengatakan, Pansus Haji DPR menyesalkan sikap Kementerian Agama yang belakangan ini dinilai tidak kooperatif selama proses penyelidikan. Hal ini terlihat dari mangkirnya sejumlah pejabat Kementerian Agama yang dipanggil oleh pansus, adanya dugaan pemberian keterangan dan/atau dokumen palsu oleh saksi terdahulu, serta dugaan tekanan yang dialami oleh para saksi.
“Tindakan contempt of parliament (penghinaan terhadap parlemen) ini hanya akan menguatkan dorongan pansus haji DPR untuk melibatkan aparat penegak hukum dalam mengusut dugaan penyimpangan kuota haji tambahan,” kata Wisnu.
Lebih lanjut, Wisnu mengatakan, pansus haji DPR kembali mempertanyakan komitmen Kementerian Agama untuk menghadirkan layanan haji yang adil, bermartabat, dan memanusiakan jemaah.
“Kami mengharapkan adanya sikap yang lebih kooperatif dari Kementerian Agama demi tercapainya penyelesaian yang adil dan transparan terhadap dugaan penyimpangan kuota haji tambahan ini. Kami akan sangat menghargai sikap responsif dan integritas yang ditunjukan oleh pihak-pihak yang terpanggil,” kata Wisnu.
DPR menyetujui pembentukan pansus haji dalam sidang paripurna ke-21 masa persidangan V, Selasa, 9 Juli 2024. Pansus ini disahkan setelah anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, membacakan pertimbangan alasan dibentuknya pansus haji.
Setidaknya ada 35 anggota DPR RI yang terdiri lebih dari dua fraksi yang setuju pembentukan panitia khusus untuk menyelidiki penyelanggaran haji 2024.
Salah satu masalah yang akan digali oleh panitia khusus adalah soal pembagian kuota haji yang tidak sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Pasal 64 ayat 2 menyebutkan bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.
Panitia kerja Komisi VIII dan menteri agama awalnya sudah menetapkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2024 pada 27 November 2023. Mereka menyepakati kuota haji Indonesia sebanyak 241.000 jemaah dengan rincian haji reguler sebanyak 221.720 orang.
Kuota ini termasuk kuota tambahan hasil lobi pemerintah RI terhadap Arab Saudi, yang memberikan tambahan 20 ribu jemaah. Dari hasil kesepakatan itu juga ditetapkan anggaran haji 2024 sebesar Rp 8,3 triliun. Namun di tengah jalan, Kementerian Agama justru mengalokasikan 20.000 kuota tambahan dengan rincian 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus. Walhasil, kuota haji khusus justru melampaui batas 8 persen seperti yang ditetapkan Undang-Undang.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kementerian Agama, Hilman Latief, mempersilakan Panitia Khusus Haji menyelidiki dugaan korupsi penyelenggaran haji. "Perihal dugaan korupsi, monggo dibuktikan saja, kira-kira ada korupsi di bagian apa?" Kata Hilman kepada Tempo melalui pesan whatsapp, Selasa, 16 Juli 2024.
Terkait pembagian kuota haji, Hilman mengatakan Pasal 9 Undang-Undang Ibadah Haji menyebutkan bahwa menteri yang mengatur alokasi kuota tambahan itu. Menteri Agama lantas mengalokasikan 10.000 untuk jemaah haji reguler dan 10.000 untuk jemaah haji khusus.
“Kita dapat kuota haji, 30 Juni 2023. Jumlahnya 221.000 jemaah. Saat pembahasan awal dengan Panitia Kerja DPR, jumlahnya masih 221.000. Di tengah jalan ada informasi hasil kunjungan presiden, Indonesia mendapat spesial ekstra kuota 20.000," katanya.
Selain itu, Hilman mengatakan pembagian alokasi tersebut sudah mendapat persetujuan dari Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi pada 8 Januari 2024. Hal itu tertuang dalam nota kesepahaman atau MoU yang ditandatangani oleh Menteri Agama RI dan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi.
MoU itu yang kemudian menjadi landasan Kemenag dalam menyiapkan layanan. Hilman menuturkan pihaknya sudah mencoba berkomunikasi dengan Komisi VIII DPR RI pada Januari 2024 tentang pembagian kuota haji tersebut, namun tidak tercapai.
"Kebijakan (pengalokasian kuota tambahan) sudah kami pertimbangkan matang-matang dan kami sudah berusaha komunikasikan itu dengan komisi VIII DPR RI," ucapnya.
Pilihan editor: Ketika Ridwan Kamil ke Bamus Betawi dan Rano Karno ke Forum Betawi Rempug