TEMPO.CO, Jakarta - Pihak yayasan Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta diduga melakukan upaya pembungkaman kritik terhadap dosen dan karyawan. “Ada ruang kritisasi yang tidak diberikan kepada kami. Itu semua berlanjut secara bertahap, kami mulai dilepas dari semua jabatan,” kata serikat dosen dan karyawan Universitas Proklamasi 45, Dewi Handayani, dalam diskusi, Senin, 20 September 2021.
Dewi menceritakan awal mula konflik para dosen dan karyawan ini bermula pada September tahun lalu. Dewi yang saat itu menjabat wakil rektor II diminta oleh pihak yayasan dan rektor untuk melakukan rasionalisasi organisasi. Hal itu dilakukan karena keuangan kampus disebut sedang kurang baik akibat pandemi Covid-19.
Sebagai pimpinan yang mengurusi bidang sumber daya manusia, umum, dan keuangan, Dewi ditugaskan menekan jumlah dan gaji karyawan. Dari 139 karyawan, ada 25 karyawan yang diefektifkan dengan dua metode, yaitu kontrak yang akan habis dalam 1-2 bulan dipercepat, dan jam kerja yang semestinya full time 40 jam kerja per minggu dipotong 20 jam per minggu.
Selain itu, Dewi juga ditugaskan untuk melakukan penagihan terhadap mahasiswa yang menunggak pembayaran uang kuliah. Ketika itu, kata Dewi, ada Rp 1,3 miliar uang kuliah yang tertunggak. Setelah melakukan penagihan, Dewi berhasil menekan piutang mahasiswa pada universitas menjadi tersisa Rp 800 juta. “Cukup signifikan kami bisa menagih,” ujarnya.
Setelah melakukan sejumlah upaya tersebut, Dewi mengira sudah cukup untuk membuat kondisi keuangan universitas stabil. Sebab, selain 25 orang terkena rasionalisasi, gaji para karyawan dipotong dan ditunda pembayarannya hingga kondisi keuangan membaik. Ternyata, pihak yayasan dan rektor meminta Dewi kembali menekan agar jumlah karyawan tersisa 45 orang.
Dewi membagikan keresahannya kepada rekan sesama wakil rektor. Dia pun disarankan untuk membawa persoalan tersebut ke rapat manajemen yang diadakan tiap bulan. Rapat tersebut diikuti dekan, kepala program studi, hingga kepala unit universitas. “Kami angkat di rapat itu agar tahu kondisi keuangan UP bermasalah,” katanya.
Rapat manajemen kemudian meminta bagian keuangan untuk menunjukkan anggaran kampus. Namun, presentasi tersebut dianggap belum menjawab keresahan para manajerial. Sehingga, rapat memutuskan untuk mengangkat masalah ke rapat senat universitas yang merupakan lembaga etik tertinggi di kampus.
Pada rapat senat, Dewi menceritakan, bagian keuangan kembali mempresentasikan anggaran. Namun, para senat menganggap penjelasan tersebut justru belum menjawab alasan kampus dinyatakan krisis keuangan. “Karena menurut hasil presentasi itu, kok enggak krisis seharusnya. Ini yang membuat konflik semakin memanas,” ujarnya.
Ketua senat kala itu juga merupakan rektor Universitas Proklamasi 45. Para anggota senat kemudian berembuk untuk mengganti ketua senat agar rektor tidak berat memikirkan kondisi yang krisis sekaligus kualitas akademik. Namun, rencana anggota senat ini, kata Dewi, malah ditanggapi yayasan sebagai bentuk kudeta.
Menurut Dewi, konflik tetap berlanjut. Anggota senat tetap mengadakan pergantian ketua senat karena sudah memenuhi kuorum. Tetapi, keputusan tersebut dianggap bentuk berpolitik dan kudeta. Sehingga, pihak yayasan melayangkan surat peringatan (SP) kepada 25 anggota senat.
Dewi mengungkapkan, SP 1 dan 2 dilayangkan sekaligus. Padahal, semestinya surat tersebut disampaikan berjarak. Dalam surat itu, pihak yayasan meminta agar anggota senat meminta maaf pada yayasan. Jika tidak meminta maaf, mereka akan diberhentikan dari universitas.
Akhirnya, Dewi mengatakan bahwa secara bertahap 25 anggota senat yang merupakan wakil rektor, dekan, kaprodi dilepas dari jabatannya satu per satu. Jabatan tersebut mulai diisi dengan pejabat baru, bahkan ada yang merupakan dosen baru yang belum memiliki nomor induk dosen nasional (NIDN).
Terakhir, kata Dewi, ada 15 orang yang diberhentikan dengan metode beragam. Ada yang diberhentikan tidak hormat, diskorsing, diberhentikan dengan alasan kontrak tidak diperpanjang. Padahal, Dewi menururkan, dosen tidak bisa dikatakan pakai kontrak karena memiliki NIDN. “Di mana pengajuan NIDN harus dengan SK dosen tetap. Sampai akhirnya kami pada tahap persidangan, tadi sudah putusan sela, dan ini konflik terus berlanjut,” katanya.
FRISKI RIANA
Baca Juga: Lapas Izinkan Dosen Unsyiah Saiful Mahdi Mengajar, tapi...