TEMPO.CO, Jakarta - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendesak pemerintah, KPU, dan DPR agar menunda tahapan pelaksanaan Pilkada 2020. Perludem menilai penyebaran Covid 19 yang semakin meluas dan belum ada tanda-tanda bakal mereda menjadi alasan utamanya.
“KPU harus mempunyai indikator yang jelas, apakah Pilkada akan terus di lanjut atau tidak. Semua indikator harus terbuka untuk publik, sehingga rasionalitas pengambilan keputusan bisa diuji bersama,” ujar peneliti Perludem Maharddika pada diskusi daring bertajuk Iklan Kampanye sosial Perlukah dilarang?” pada Senin, 21 September 2020
Ia mengkritisi tahapan kampanye Pilkada 2020 yang berlangsung selama tiga bulan yang sekarang nampak mulai bergeser ke ruang-ruang digital. Maharddika menyatakan sambil menunggu redanya pandemi pemerintah bisa segera menerapkan aturan dalam pelaksanaan tata cara Pilkada di tengah bencana non alam.
Perludem mengetahui pentingnya iklan di media sosial bagi pemilih maupun kandidat calon kepala daerah. Interaksi di media sosial, menurut Maharddika, bisa menggantikan interaksi langsung yang terbatas di tengah pandemi.
Ia menilai kampanye digital masih mempunyai celah yang jika tidak diatur secara tepat berpotensi merusak Pemilu dan demokrasi. Kampanye yang dilakukan secara digital berpeluang dibuatnya iklan sesuai dengan kebutuhan pemilih dan personalisasi kandidat calon.
Hal ini memungkinkan terpaparnya data pribadi calon pemilih yang diakibatkan oleh pengumpulan data oleh pasangan calon. “Dengan penetrasi iklan yang baik dapat terlihat pemetaan pemilih dan bukan tidak mungkin data yang banyak itu mengakibatkan manipulasi informasi bagi calon pemilih,” ujarnya.
Maharddika menilai dengan adanya kampanye digital tidak menutup kemungkinan data pribadi calon pemilih menjadi terpapar. Oleh sebab itu, jika kampanye dilakukan secara digital maka harus ada perlindungan data calon pemilih.
ALEXANDRA HELENA