TEMPO.CO, Jakarta - Badan Legislasi (Baleg) DPR dan Pemerintah mulai membahas substansi Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TPKS dari pemerintah dimulai sejak Senin, 28 Maret 2022.
DIM Pemerintah yang berjumlah 588, terdiri dari 167 pasal tetap, 68 redaksional, 31 reposisi, 202 substansi, dan 120 substansi baru. Keseluruhan DIM ini terangkum di dalam 12 bab dan 81 pasal.
Substansi baru di antaranya mengenai jenis tindak pidana kekerasan seksual. Draf DPR memuat lima jenis kekerasan yakni; pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual non fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, dan penyiksaan seksual. Adapun pemerintah menambahkan pasal perbudakan seksual, dan perkawinan paksa.
"Tujuh jenis kekerasan tersebut belum diatur dalam undang-undang yang lain," ujar Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Edward Omar Sharif Hiariej, dalam Rapat Panja bersama Baleg di Kompleks Parlemen Senayan, Senin, 28 Maret 2022.
Selain tujuh jenis tindak pidana di atas, pemerintah juga mengajukan sejumlah kekerasan lainnya masuk dalam kategori kekerasan seksual. Di antaranya; perkosaan, perbuatan cabul, persetubuhan, perbuatan cabul dan eksploitasi seksual terhadap anak, perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban, pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan, dan eksploitasi seksual.
Kemudian, aborsi, pemaksaan pelacuran, tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual, kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga, tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan tindak pidana kekerasan seksual, dan tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sejumlah kekerasan di atas sebetulnya sudah diatur dalam KUHP, UU Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan aturan lainnya. Namun pemerintah mengajukan jenis tindak pidana tersebut juga diatur dalam RUU TPKS. Tujuannya, ujar Edward, sebagai penegasan bahwa hukum acara dan perlindungan dalam RUU TPKS juga berlaku bagi tindak pidana kekerasan seksual yang ada dalam peraturan perundang-undangan lain, termasuk peraturan yang akan diundangkan di kemudian hari.
"Mengapa demikian? Sebab, data Komnas HAM dan KPAI dll, menunjukkan, ada 6.000 kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan, tapi yang sampai pengadilan kurang dari 300 kasus atau tidak sampai 5 persen. Berarti ada sesuatu yang salah dengan hukum acara kita," ujarnya.
Edward mengatakan, pemerintah akan mengatur secara detail hukum acara mengenai kasus tindak pidana kekerasan seksual dalam RUU TPKS ini.
"Jadi dibutuhkan bridging article ini, pasal yang bisa menjembatani dari segi hukum acara, bahwa sudah tidak ada alasan lagi bagi penegak hukum untuk memproses kasus ketika kurang bukti dan sebagainya. Hukum acara di sini sangat spesifik dan sangat rinci untuk betul-betul menanggulangi tindak pidana kekerasan seksual. Segala tindak pidana kekerasan seksual di luar undang-undang ini, berlaku hukum acara sebagainya diatur dalam UU TPKS," ujar Ketua Gugus Tugas RUU TPKS dari Pemerintah ini.
Edward mengatakan, RUU TPKS akan mempermudah dilakukannya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana kekerasan seksual. Misalnya, satu saksi dan alat bukti lainnya sudah cukup untuk suatu kasus kekerasan seksual diproses. Untuk korban pemerkosaan yang biasanya tidak ada saksi lain, maka bisa menggunakan visum. Hasil visum bisa masuk jadi alat bukti.
DIM RUU TPKS dari pemerintah ini masih akan dibahas berutut-turut-turut hingga 31 Maret. DPR dan Pemerintah menargetkan pembahasan RUU TPKS selesai sebelum penutupan masa sidang ini. Pembahasannya diharapkan bisa selesai pada 5 April untuk selanjutnya bisa diambil keputusan untuk disahkan.
"RUU ini karena memang sudah mendesak dibutuhkan, pembahasannya akan dilaksanakan maraton. Pagi-siang-malam akan kami lakukan pembahasan," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga, Kamis pekan lalu.