TEMPO.CO, Kediri - Setelah beroperasi selama puluhan tahun, lokalisasi terbesar di Kota Kediri, Semampir akhirnya ditutup. Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar mengaku banyak mendapat tekanan di balik upaya penutupan tempat maksiat yang nyaris berakhir bentrok itu.
Kepada Tempo, wali kota yang diusung Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengisahkan suka duka menutup lokalisasi Semampir. Tercatat sedikitnya 227 bangunan yang dihuni 261 kepala keluarga atau 680 jiwa bermukim di tempat ini. Selama puluhan tahun, tempat transaksi seksual ini berjalan mulus di bantaran Sungai Brantas dan menyatu dengan kehidupan masyarakat setempat. "Sudah sulit memisahkan antara prostitusi dengan denyut masyarakat," kata Mas Abu, sapaan Wali Kota Kediri ini, Sabtu 4 Maret 2017.
Baca juga: Akan Digusur, Penghuni Eks Lokalisasi di Kediri Unjuk Rasa
Tak membesarkan persoalan. Lokalisasi Semampir memang telah menjadi ikon negatif Kota Kediri yang dikenal luas hingga ke luar daerah. Obrolan miring hingga humor jorok kerap menggunakan tempat itu saat berbincang dengan warga Kediri. Hingga lambat lain Semampir yang notabene adalah nama Kelurahan di Kecamatan Kota Kediri benar-benar menjadi stigma kawasan hitam.
Pergantian kepala daerah hingga rezim Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Kediri tak mampu menggeser stigma itu selama berpuluh-puluh tahun. Alih-alih membersihkan kawasan dari citra buruk, lokalisasi Semampir justru menjadi kendaraan politik berbagai kepentingan. Hingga pada akhirnya kawasan ini benar-benar tumbuh menjadi lingkungan khusus dengan kendali yang disebut Mas Abu sebagai mafia.
Tak berbeda jauh dengan saudara tuanya yang telah lebih dulu gulung tikar seperti Dolly dan Jarak di Surabaya, kawasan ini menjadi pusat mata rantai perekonomian tersendiri. Selain pekerja seks komersial, penyedia kamar, penjual makanan, jasa tukang parkir, hingga pengelola keamanan saling bertautan. Tak heran jika setiap upaya penertiban atau bahkan penutupan selalu kandas di ruang kompromi.
Keberadaan berbagai pondok pesantren besar seperti Lirboyo, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), hingga Kedunglo yang berada di satu wilayah seperti tak kuasa menghentikan arus prostitusi di Semampir. Masing-masing berjalan dengan koridor dan langgam sendiri di tengah sikap masyarakat Kediri yang cukup toleran.
Situasi inilah yang menurut Mas Abu menjadi persoalan warisan yang menjadi bom waktu bagi setiap kepala daerah di Kota Kediri. Program tahunan yang jamak dilakukan pemerintah hanyalah pengendalian penyakit seksual menular dan pendataan jumlah PSK di kawasan itu agar tak makin membengkak. "Hingga pada akhirnya, saya bulat memutuskan untuk mengakhiri lokalisasi itu hingga ke akar-akarnya," kata Mas Abu.
HARI TRI WASONO
Simak: Kisah Mantan Teroris Sempat Berganti Profesi, Kini Kecukupan