TEMPO.CO, Batang - Masih ingat Agus Condro? Bekas anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini, berharap masyarakat dan media tidak bersikap apriori terhadap semua usulan dari Koalisi Merah Putih. “Jangan semua usulan dari kubu Prabowo dianggap salah karena dalam pemilu presiden kemarin mendukung Jokowi. Cobalah untuk obyektif,” kata Agus menanggapi polemik Rancangan Undang Undang Pemilihan Kepala Daerah pada Kamis, 25 September 2014.
Agus yang juga dikenal sebagai peniup peluit dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia pada 2004, mengatakan koalisi partai pendukung Jokowi-Jusuf Kalla dan Prabowo-Hatta Rajasa sama-sama punya argumen kuat untuk memperjuangkan kepentingan politik masing-masing. “Fakta di lapangan, ada sekitar 300 kepala daerah hasil pilkada langsung yang terjerat kasus korupsi,” ujar Agus yang kini giat mendampingi sejumlah lembaga swadaya masyarakat dalam mengungkap kasus korupsi di daerah.
Tapi, katanya, pilkada secara tidak langsung juga tidak menjamin kepala daerah yang terpilih bakal bebas dari kasus korupsi. Namun, pilkada di DPRD akan lebih memudahkan proses pengawasan serta penindakan terhadap praktik politik uang. “Lebih mudah menangkap 40-50 anggota DPRD yang menerima suap (politik uang),” kata Agus.
Selama ini, ujarnya, anggota Panitia Pengawas Pemilu hingga kepolisian juga tidak berkutik bertindak meski praktik suap terhadap ribuan masyarakat dalam pilkada secara langsung dilakukan secara terang-terangan. “Apa salahnya kalau produk hasil reformasi (pilkada secara langsung) itu dievaluasi karena sudah begitu semrawut,” ujar Agus.
Meski demikian, Agus enggan disebut mendukung wacana pilkada secara tak langsung. Dia hanya berharap pilkada bisa lebih hemat dan menghasilkan kepala daerah yang bersih dan berkualitas. Agus terpental dari PDI Perjuangan setelah dia mengungkap keterlibatan politisi PDI Perjuangan dalam dugaan kasus korupsi.
DINDA LEO LISTY