TEMPO Interaktif, Makassar - Ketua Komite Nasional Memory of the World UNESCO, Jan Sopaheluwakan, mengatakan lembaga dunia ini sedang mempelajari naskah I La Galigo untuk mendapat pengakuan dunia sebagai warisan budaya dunia. “Naskah I La Galigo termasuk yang diusulkan untuk menjadi salah warisan budaya dunia,” kata Jan di sela seminar nasional dan lokakarya I La Galigo sebagai warisan dunia di gedung Ipteks Universitas Hasanuddin Selasa (14/12).
Jan mengatakan seminar ini merupakan salah satu tahapan proses evaluasi sebuah mata budaya untuk mendapat sertifikat UNESCO. “Naskah I La Galigo di usulkan bulan lalu. Setelah itu diseminarkan, dievaluasi oleh MOW tingkat regional Asia Pasifik baru diserahkan ke UNESCO,” kata dia.
Naskah I La Galigo dinilai sudah memenuhi syarat diajukan ke UNESCO. Naskah ini unik sebab merupakan naskah terpanjang di dunia melebihi epos Mahabharata. Selain itu I La Galigo memiliki nilai lintas negara dan lintas zaman. “Naskah ini juga terancam punah. Inilah yang membuat kami optimistis naskah bisa mendapat sertifikat UNESCO,” kata dia.
Kebesaran I La Galigo sudah sangat meluas. Jan mengatakan, beragam penelitian workshop dan pengkajian naskah menjadi testimoni yang kuat dan memudahkan naskah ini lolos seleksi. Kisah I La Galigo merupakan epos masyarakat Bugis mengenai awal kehidupan di bumi.
Dalam catatan katalog ilmuwan Belanda R.A Kern, naskah I La Galigo terdiri dari 113 naskah terpisah. Seluruhnya mencapai 31.500 halaman. R.A Kern menyaring dan membuat ringkasan menjadi 1356 halaman. Pada abad ke 19, seorang perempuan raja Bugis, I Colli Puji’e Arung Tanete, menuliskan kembali sepertiga dari keseluruhan pokok cerita I La Galigo setebal 2851 halaman berukuran polio.
Mukhlis Paeni, inisiator usulan naskah I La Galigo menjadi warisan budaya dunia, mengatakan, ini pekerjaan berat. Banyak hal yang perlu dipersiapkan. Upaya ini juga bergantung kesadaran masyarakat Sulawesi Selatan mengenai keberadaan naskah ini. “Usulan ini menjadi penting sebab akan menjadi mata tambang baru untuk kesejahteraan masyarakat Sulawesi Selatan,” kata Mukhlis.
Mukhlis mengatakan, setelah naskah ini mendapatkan pengakuan dunia, pihak manapun boleh menggunakannya, tetapi mesti mencantumkan referensi sumber dari Sulawesi Selatan. “Ini penting sebab I La Galigo sudah masuk berbagai kepentingan, termasuk kapitalisasi,” kata dia.
Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang mewakili Gubernur Sulawesi Selatan mendukung upaya yang sangat membantu pemerintah dalam mempertahankan kebudayaan. “Ini akan menjadi kebanggan masyarakat,” kata Andi Muallim.
Jan mengatakan, UNESCO memiliki tiga kategori untuk pengakuan objek budaya. Kategori meliputi Intengible Cultural Heritage (batik), World Heritage (Borobudur) serta Memory of the World. “Naskah I La Ga Ligo masuk kategori terakhir, sebab koleksi dokumenter yang membangkitan ingatan kolektif,” kata dia.
Menurut Jan, mendapatkan pengakuan UNESCO akan terus diupayakan sebab naskah I La Galigo termasuk warisan budaya nasional yang terancam punah. UNESCO mengkategorikan terancam punah dari sikap abai, terancam bencana. Naskah diusulkan bersama Babad Diponegoro dari Jawa Tengah, dan kesenian Mak Yong dari Riau. “Biasanya bulan Januari sudah ada keputusan dari UNESCO,” ujar Jan.
Aristofani Fahmi