TEMPO.CO, Jakarta - Miryam Haryani, mantan anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Hanura, telah memberikan keterangan kepada penyidik seputar dugaan suap proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Miryam mencabut semua pengakuan itu dalam sidang, Kamis, 23 Maret 2017.
Baca: Saksi E-KTP Miryam Haryani Cabut BAP, Diduga karena Diancam
Berikut ini keterangan yang pernah diberikan Miryam dan dikuatkan sejumlah orang lain.
- Miryam membagi-bagikan US$ 3.000 (atau Rp 28 juta dengan kurs saat itu Rp 9.600) kepada setiap anggota komisi dan Rp 672 juta untuk Kepala Kelompok Fraksi Komisi Pemerintahan pada tahap pertama.
- Miryam kembali membagi-bagikan uang Rp 1,92 miliar sekitar Mei 2011 kepada pimpinan Komisi Rp 144 juta, lalu ketua kelompok fraksi (kapoksi) serta anggota masing-masing Rp 67,2 juta dan Rp 48 juta.
- Miryam menerima empat kali penyerahan duit korupsi e-KTP senilai US$ 700 ribu atau Rp 6,7 miliar yang ia bagi-bagikan kepada koleganya.
Baca: Sidang E-KTP, Jaksa: Ada Hal Tak Logis dari Kesaksian Miryam
+ Hal itu dibenarkan Irman saat diperiksa KPK. Irman mengaku pernah dihampiri Yani (Miryam) dalam sebuah rapat dengar pendapat di DPR. Mengaku atas perintah Ketua Komisi, Yani meminta uang reses kepada Irman. Irman lalu menyuruh Sugiharto mengusahakan sejumlah uang kepada rekanan proyek.
+ Atas perintah Irman, sekitar Februari 2011, Sugiharto mengantarkan uang US$ 500 ribu atau sekitar Rp 4,8 miliar ke rumah Yani di Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Uang dimasukkan ke tas warna hijau tua. Di dalamnya ada empat amplop cokelat ukuran besar masing-masing berisi US$ 125 ribu.
+ Lain waktu, Mei 2011, Irman mengaku kembali dihampiri Yani. Politikus Partai Hanura itu meminta uang untuk bekal kunjungan ke daerah sebesar US$ 100 ribu atau Rp 972 juta. Lagi-lagi Irman menyuruh Sugiharto mengusahakannya ke rekanan proyek.
Baca: E-KTP, KPK Sebut Akan Ada Tersangka selain Andi Narogong
Sumber: Diolah dari berita acara pemeriksaan Sugiharto dan Irman.
TIM TEMPO