INFO NASIONAL - Setiap daerah memiliki permasalahan sampah yang berbeda-beda. Masalah sampah bisa menjadi bencana jika penanganannya tidak komprehensif dan berkelanjutan.
Karena itu, berbagai upaya pun dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sampah dari hulu hingga hilir. Dalam diskusi yang digelar Tempo bertajuk 'Pengelolaan Sampah dan Energi Terbarukan' beberapa perwakilan daerah memaparkan masalah dan pengelolaan sampah di wilayahnya.
Penjabat Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Gita Ariadi, mengatakan, produksi sampah di wilayahnya yakni sebanyam 2.700 ton per hari. Dari jumlah itu total sampah yang terkelola mencapai 64,25 persen atau 1.740 ton per hari. "Terdiri dari pengurangan 424 ton per hari dan penanganan 1.3.16 ton per hari," kata dia dalam diskusi di Gedung Tempo, Kamis, 25 April 2024.
Lalu Gita Ariadi menjelaskan, hilirisasi persampahan di NTT melalui incenerator LB3 berkapasitas 300 kg per jam; block solution kapasitas 2-3 ton; pabrik pyrolisis kapasitas 2-3 ton plastik menjadi 600 liter solar; TPST Lingsar kapasitas 4 ton per hari; TPST SRF dan RDF yang menghasilkan pellet sampah 120 ton input 50 ton output; Rumah Maggot kapasitas 6,2 ton per hari; dan bank sampah 524 unit.
Lalu Gita Ariadi menegaskan, komitmen NTP dalam pengelolaan persampahan, yakni pertama, menghadirkan destinasi bersih dan nyaman. "NTB sebagai tujuan wisata nasional berkomitmen menjaga destinasi tetap bersih dan nyaman dengan mengelola sampah secara efektif, menjamin tempat-tempat wisata bebas dari sampah, dan memelihara lingkungan yang asri," ujarnya.
Kedua, mewujudkan sirkulasi ekomomi. "Melalui pengelolaan sampah, NTB berupaya mewujudkan ekonomi sirkular, meminimalkan pemborosan sumber daya, dan meningkatkan nilai ekonomi sampah melalui daur ulang dan penggunaan kembali," kata dia.
Ketiga, menuju NTB Net Zero Emission 2050. Menurut Lalu Gita Ariadi, pengelolaan sampah strategis di NTB diarahkan untum mengurangi emisi dengan mengoptimalkan pengurangan, penggunaan kembali dan pendaurulangan sampah untuk mendukung pencapaian target NTB Net Zero Waste Emission 2050.
Wali Kota Solok, Zul Elfian Umar, mengatakan, pihaknya telah mengeluarkan peraturan kebijakan untuk mengurangi sampah. Di antaranya, pengelolaan sampah plastik, pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga, retribusi sampah, hukuman menanam pohon di sekolah bagi siswa yang melanggar disiplin, pengantin baru diwajibkan menanam satu pohon, sedekah pohon bagi PNS yang melakukan perjalanan dinas, pengurangan penggunaan plastik, program memberi pohon buah, serta program Jumat Bersih, Sabtu Menanam dan Minggu Sehat di lingkungan rumah dan kantor.
"Alhamdulilah kami sudah pengurangan sampah 10 persen. Karena ini untuk kita bersama, harapannya masyarakat bersama melindungi lingkungan sehingga Kota Solok jadi kota bersih, hijau, sehingga warga kota senang berada di dalamnya," ujar Zul Elfian.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Pekalongan Sri Budi Santoso, menjelaskan, penangganan sampah berujung atau berakhir di TPA, sedangkan pengurangan adalah untuk mengolah atau mencegah atau memperkecil sampah ke TPA. Menurut dia, TPA cepat penuh karena pengelolaan sampah selama ini lebih fokus ke penanganan, yakni membawa sampah ke TPA, tidak ke upaya pengurangan.
"Target nasional dan target Kota Pekalongan berdasarkan peraturan wali kota (2021) yakni penanganan 70 persen dan pengurangan 30 persen," kata dia.
Sri Budi mengaku telah melakukan uji coba budidaya Maggot di 4 TPS3R, pada 2022. "Hasilnya, bisa melakukan pengurangan sampah sampai 40 hingga 70 persen sampah organik dan anorganik," ujarnya.
Bupati Sumenep Achmad Fauzi, mengatakan sampah di wilahnya tidak hanya di daratan tapi juga di lautan, karena wilayahnya di kelilingi oleh laut dan ada pualau-pulau kecil. Karena itu, Bupati Achmad Fauzi mengubah daerah sampah menjadi destinasi wisata. Salah satunya di Pantai Matahari.
"Jadi solusi atau tindakan kami dalam pengelolaan sampah ini adalah represif yang kami lakukan di pinggiran pantai kami sulap jadi destinasi wisata, kami belajar dari NTB," ujar Achmad Fauzi.
Dengan melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kabupaten Sumenep telah berhasil menjadikan daerah sampah menjadi 8 tempat destinasi. "Jadi sampah ini dikelola oleh Bumdes TPST dengan 3R. Kami juga libatkan komunitas, pemerintah pusat, dan pemerintah provinsi," kata Achmad Fauzi.
Tak hanya cara represif dengan mengubah menjadi tempat wisata, Kabupaten Sumenep juga melakukan cara persuasif yakni dengan melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat.
Adapun, Senior Consul Executive Waste4Change Lathifah Awliya Mashudi, mengatakan, saat ini sebagian besar sistem ekonomi di Indonesia menggunakan sistem ekonomi linear. Ini menyebabkan Indonesia terus mengeksploitasi sumber daya alamnya dan juga terus menumpuk sampah.
Berdasarkan data yang diperoleh di 309 dari 514 Kabupaten/Kota di Indonesia pada 2022, timbulan sampah mencapai 98.7818,86 ton per hari. "Hanya 64,07 persen atau 63.249,17 ton per hari sampah yang terkelola dan 35,93 persen atau 35.469,69 ton per hari sampah tidak terkelola," kata Lathifah.
Hadir sebagai pembicara dalam diskusi ini yakni Wakil Wali Kota Banjarmasin Arifin Noor, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Palembang Ahmad Mustain. Juga hadir menjadi peserta perwakilan dari pejabat daerah lainnya. (*)