TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tersangka kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP tak berhenti di Andi Agustinus atau Andi Narogong. Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, penetapan tersangka dilakukan secara bertahap. “Ada langkah strategis yang perlu kami lakukan,” katanya di kantornya, Kamis, 23 Maret 2017.
Alexander mengatakan, jika semuanya yang dicurigai terlibat kasus ini dijadikan tersangka, ia khawatir proses penyidikan akan terhambat. Sebab, jumlah penyidik yang dimiliki KPK terbatas. Selain itu, kata dia, KPK memperhatikan proses setelah seseorang ditetapkan menjadi tersangka, yakni waktu penahanan 120 hari. “Kalau semuanya diproses bersamaan, justru memakan waktu lama,” ujarnya.
Baca: Sidang E-KTP, KPK Telisik Sumber Dana yang Dimiliki Andi Narogong
Pada Kamis KPK menetapkan Andi Agustinus sebagai tersangka kasus e-KTP. Sebelumnya, KPK menetapkan bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman, dan Pejabat Pembuat Komitmen Proyek e-KTP, Sugiharto, sebagai tersangka.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan KPK telah menangkap Andi di Jakarta Selatan. Ia kini masih menjalani pemeriksaan penyidik. KPK juga menggeledah tiga tempat di Cibubur, Jakarta Timur.
KPK mencurigai dua peran Andi dalam proyek e-KTP. Pertama, Andi diduga bertemu dengan Irman dan Sugiharto, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan pejabat Kementerian Dalam Negeri untuk memuluskan penganggaran. Untuk memuluskannya, Andi diduga membagikan fulus ke Badan Anggaran, Komisi Pemerintahan DPR, dan pejabat Kementerian Dalam Negeri.
Baca: Sidang E-KTP, Teguh dan Taufik Ngaku Tak Kenal Andi Narogong
Dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, Andi memberikan duit sesuai dengan permintaan Irman. Andi juga pernah melakukan rapat bersama dengan kedua terdakwa, bekas Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni, dan Ketua Fraksi Golkar Setya Novanto di Hotel Gran Melia Jakarta. Pertemuan itu diadakan untuk meminta dukungan penganggaran proyek e-KTP.
Andi juga ditulis dalam dakwaan membuat kesepakatan dengan Setya, bekas Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum, dan bekas Bendahara Umum Muhammad Nazaruddin untuk rencana penggunaan anggaran e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun. Rinciannya, Rp 2,6 triliun untuk proyek, dan sisanya sebesar Rp 2,5 triliun dibagi-bagikan ke beberapa pejabat Kementerian Dalam Negeri, anggota DPR, dan pengusaha.
Andi, kata Alexander, juga diduga berperan merancang pemenang proyek ini. “Ini juga terkait dengan aliran dana pada sejumlah panitia pengadaan,” katanya.
Kepada Tempo, Setya Novanto menyatakan tak terlibat kasus ini. “Kalau ada benar terima uang, mau ditaruh di mana uang sebanyak itu?” ucapnya.
Baca: E-KTP, Nyanyian Para Saksi Seret Nama Politikus dan Pejabat
Dua pekan lalu, Tempo menyambangi rumah Andi di Kota Wisata Cibubur, Jakarta Timur, tapi dihadang seorang petugas keamanan di pintu perumahan. “Pak Andi berpesan, rumah sedang kosong,” ujar Soleh Firdaus, petugas keamanan itu.
MAYA AYU PUSPITASARI