TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi sedang memeriksa Direktur Utama PT Bank Central Asia Jahja Setiaatmadja. Jahja diduga diperiksa terkait dengan kasus dugaan korupsi yang diduga dilakukan bekas Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hadi Poernomo.
Nama Jahja tak ada di daftar nama para saksi yang dipanggil hari ini. "Saksi atas nama Jahja sudah berada di lantai atas," kata seorang pegawai KPK, Jumat, 22 Mei 2015.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengaku tak tahu ada pemeriksaan Jahja. "Saya harus memeriksa dulu, apa betul ada pemeriksaan yang bersangkutan," kata Priharsa melalui pesan pendek, Jumat, 22 Mei 2015.
Sekretaris Perusahaan BCA Inge Setiawati belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo. Panggilan telepon dan pesan pendek yang dikirimkan tak dibalasnya.
Kemarin, Jahja mendatangi Markas Besar Kepolisian RI untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi payment gateway yang melibatkan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana.
Hadi Poernomo menyandang status tersangka karena diduga mengubah keputusan sehingga merugikan negara Rp 375 miliar. Perbuatan Hadi itu terkait dengan jabatannya sebagai Dirjen Pajak periode 2002-2004.
Hadi disangkakan dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Pasal-pasal itu mengatur soal penyalahgunaan wewenang yang dilakukan bersama-sama.
Kasus ini bermula dari tindakan Hadi yang mengabulkan permohonan keberatan pajak BCA melalui nota dinas bernomor ND-192/PJ/2004/ pada 17 Juni 2004. Nota dinas yang dikeluarkan mendadak tersebut menganulir penolakan keberatan Direktorat Pajak Penghasilan yang saat itu dipimpin Sumihar Petrus Tambunan.
Menurut salinan nota dinas yang diperoleh Tempo, Hadi menyebutkan sejumlah alasan pengabulan permohonan keberatan pajak BCA atas adanya koreksi fiskal pemeriksa pajak senilai Rp 5,5 triliun.
Menurut Hadi, seperti disebut dalam dokumen itu, BCA dianggap masih memiliki aset dan kredit macet yang ditangani Badan Penyehatan Perbankan Nasional sehingga koreksi Rp 5,5 triliun dibatalkan.
Karena pembatalan tersebut, negara kehilangan pajak penghasilan dari koreksi penghasilan BCA senilai Rp 5,5 triliun. Menurut perhitungan KPK, negara merugi Rp 375 miliar.
MUHAMAD RIZKI