Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Diadili, Nenek Meri: Zaman Soekarno, Aku Sudah Bikin Petasan  

image-gnews
Meri ditangkap anggota Kepolisian Resor Tegal Kota pada 12 Juni 2014. Saat itu polisi menemukan 3.100 petasan jenis leo, satu meter petasan renteng, sembilan kilogram obat petasan, dan tujuh ikat kelontong petasan yang masih kosong. TEMPO/Dinda Leo Listy
Meri ditangkap anggota Kepolisian Resor Tegal Kota pada 12 Juni 2014. Saat itu polisi menemukan 3.100 petasan jenis leo, satu meter petasan renteng, sembilan kilogram obat petasan, dan tujuh ikat kelontong petasan yang masih kosong. TEMPO/Dinda Leo Listy
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta -Nenek Meri kini menjadi buah bibir sebagian warga Kota Tegal dan sekitarnya.  Penduduk Jalan TK Pertiwi, RT 4 RW II, Kelurahan Kemandungan, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal,ini  diadili gara-gara membuat petasan. Nenek enam cucu dan empat cicit itu beberapa kali muncul di berita televisi.

Membuat petasan di rumahnya, Meri dituntut penjara 5 bulan dalam masa percobaan 10 bulan. Ia dijerat dengan Undang Undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman yang cukup berat.

Penasehat hukum Meri, Joko Santoso, mengatakan kliennya ditangkap anggota Kepolisian Resor Tegal Kota pada 12 Juni 2014. Saat itu, polisi menyita 3.100 petasan jenis leo, satu meter petasan renteng, 9 kilogram bahan pembuat petasan, dan tujuh ikat kelontong petasan yang masih kosong.

“Mereka (sebagian warga Kemandungan) membuat petasan turun-temurun, tiap menjelang Lebaran,” kata Joko pada Jumat pekan lalu.

Selama proses hukum berjalan, Meri tidak ditahan. Tuntutan jaksa penuntut umum pun ringan, yaitu lima bulan penjara dalam masa percobaan 10 bulan. Artinya, jika majelis hakim memutuskan Meri bersalah, dia tetap bebas asalkan tidak mengulang perbuatannya selama 10 bulan setelah sidang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kendati demikian, Joko tetap berharap majelis hakim membebaskan Meri dari tuntutan jaksa dalam sidang putusan pada Selasa esok. “Saya membuat petasan sejak zaman Soekarno (Presiden RI pertama). Sekarang sudah kapok,” kata dia yang tinggal di rumah sederhana bersama satu anak dan menantu, satu cucu, dan satu cicitnya.

Jika proses hukumnya telah berakhir, Meri mengaku akan berjualan nasi ponggol (makanan tradisional khas Tegal) demi meringankan beban keuangan keluarganya. Sebab, anak dan cucunya hanya bekerja sebagai buruh serabutan dengan upah yang tidak seberapa. “Saya bukan maling. Tolong, saya jangan dipenjara,” ujar Meri lirih.

Meri mengaku hanya mendapatkan upah Rp 10 ribu per seribu petasan yang disetornya. Menurut Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Kota Tegal, Sunari, proses hukum terhadap nenek Meri bertujuan memberikan efek jera. “Karena Kemandungan itu terkenal sebagai pusatnya pembuat petasan,” kata Sunari saat dihubungi Tempo.

DINDA LEO LISTY

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Bamsoet Tegaskan Pentingnya Yurisprudensi dalam Sistem Hukum Indonesia

18 November 2023

Bamsoet Tegaskan Pentingnya Yurisprudensi dalam Sistem Hukum Indonesia

Bambang Soesatyo menekankan bahwa walaupun penegakan hukum di Indonesia berorientasi kepada undang-undang (codified law), keberadaan yurisprudensi tetap bisa dijalankan.


TGB Zainul Majdi Bicara Solusi Redam Konflik Horizontal

14 Agustus 2019

Ilustrasi kerusuhan. Getty Images
TGB Zainul Majdi Bicara Solusi Redam Konflik Horizontal

TGB Zainul Majdi bicara berdasarkan pengalamannya mengkaji rendahnya konflik horizontal di Lombok Utara.


Pembebasan Abu Bakar Baasyir Berpotensi Kacaukan Sistem Hukum

20 Januari 2019

Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Maruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat 18 Januari 2019. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Pembebasan Abu Bakar Baasyir Berpotensi Kacaukan Sistem Hukum

Pembebasan terhadap Abu Bakar Baasyir dinilai tanpa landasan. "Presiden dapat dianggap mengangkangi konstitusi,"


Pengadilan Politik

15 Maret 2017

Pengadilan Politik

Benarkah hukum itu netral? Sebagaimana wacana kebudayaan, dan hukum itu bagian dari kebudayaan, meskipun dapat diterapkan suatu prasangka baik bagi segenap praktisi hukum, posisi manusia sebagai subyek sosial membuatnya berada di dalam-dan tidak akan bebas dari-konstruksi budaya yang telah membentuknya. Meski pasal-pasal hukum ternalarkan sebagai adil, konstruksi wacana sang hamba hukumlah yang akan menentukan penafsirannya.


Video Ceramah Bachtiar Nasir Kasusnya di SP3, Ini Alasannya

7 Maret 2017

Ketua GNPF-MUI Bachtiar Nasir sebelum masuk kedalam gedung bareskrim mabes polri. TEMPO/Imam Sukamto
Video Ceramah Bachtiar Nasir Kasusnya di SP3, Ini Alasannya

Sebelumnya, dalam sebuah video ceramah, Bachtiar Nasir mengaku telah menemui Kapolri Tito Karnavian, dan menyebut semua kasus ditutup.


Reformasi Hukum Kedua Jokowi

26 Januari 2017

Reformasi Hukum Kedua Jokowi

Saat ini terdapat lebih dari 40 ribu peraturan perundang-undangan di Indonesia. Untuk peraturan daerah saja, sejak Reformasi hingga 2015 telah diproduksi lebih dari 3.000 peraturan daerah provinsi dan lebih dari 25 ribu peraturan daerah kabupaten/kota. Tapi banyak di antaranya yang tumpang-tindih, tidak berdaya guna, dan sebagian justru menghambat pelaksanaan pembangunan. Sejak otonomi daerah diberlakukan, muncul ribuan peraturan daerah yang justru bermasalah.

Tak mengherankan, pada Reformasi Hukum Tahap I (Juni 2016), pemerintah mengimbau agar lebih dari 3.000 peraturan daerah dibatalkan. Penyebabnya, banyak regulasi yang multitafsir, berpotensi menimbulkan konflik, tumpang-tindih, tidak sesuai asas, lemah dalam implementasi, tidak ada dasar hukumnya, tidak ada aturan pelaksanaannya, dan menambah beban, baik terhadap kelompok sasaran maupun yang terkena dampak regulasi. Kualitas regulasi yang buruk bisa berdampak ketidakpastian hukum, inefisiensi anggaran, kinerja penyelenggara negara yang rendah, daya saing ekonomi rendah, minat investasi menurun, dan menimbulkan beban baru bagi masyarakat dan pemerintah.


Mantan Ketua MK: Harapan 2017, Pengadilan Independen

12 Januari 2017

Hakim Ketua, Hamdan Zoelva. TEMPO/Seto Wardhana
Mantan Ketua MK: Harapan 2017, Pengadilan Independen

Sebagai benteng terakhir keadilan, pengadilan harus tetap memiliki independensi dan integritas tinggi serta menjadi tumpuan masyarakat pencari keadilan.


Polisi yang Beperkara Hukum Harus Lapor kepada Pimpinan  

19 Desember 2016

TEMPO/ Machfoed Gembong
Polisi yang Beperkara Hukum Harus Lapor kepada Pimpinan  

Tito mengatakan selama ini ada anggotanya yang dipanggil karena beperkara hukum, tapi pimpinan tidak mengetahui.


Kawal Jokowi-JK, PDIP Soroti Soal HAM, Korupsi, dan Hukum

14 Desember 2016

Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Hukum dan HAM Trimedya Panjaitan (kedua kiri) bersama Sekretaris Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Pusat DPP PDI Perjuangan Sirra Prayuna (kiri), Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Risa Mariska (kedua kanan) dan Masinton Pasaribu menyampaikan catatan akhir tahun Hukum dan HAM DPP PDI Perjuangan di Jakarta, 23 Desember 2015. ANTARA FOTO
Kawal Jokowi-JK, PDIP Soroti Soal HAM, Korupsi, dan Hukum

Trimedya menyoroti dua tahun pemerintahan Jokowi-JK.


Kebijakan Hukum, Pemerintah Disarankan Fokus 3 Hal Ini

17 Oktober 2016

Sxc.hu
Kebijakan Hukum, Pemerintah Disarankan Fokus 3 Hal Ini

Budaya hukum yang baik tidak terbentuk.