TEMPO.CO, Surabaya - Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya Airlangga Pribadi Kusman menilai tak mengherankan bila pengikut Nahdlatul Ulama atau NU masih menjadi magnet dalam perebutan suara Pilgub Jatim 2024. Sebab, kata Airlangga, NU merupakan subkultur dominan di Jawa Timur.
“Sehingga upaya masing-masing kandidat untuk memperebutkan suara warga NU pasti cukup signifikan. Di sini juga kita lihat klaim, atau dalam tanda petik identitas politik ke-NU-an dari masing-masing kandidat cukup kuat,” ujar Airlangga saat ditemui di Fisip Unair, Sabtu sore, 31 Agustus 2024.
Khofifah Indar Parawansa, kata Airlangga, branded politiknya jelas NU. Identitas tersebut sangat terlihat dari lima tahun kepemimpinan Khofifah sebagai gubernur. Khofifah, dalam pandangan Airlangga, tak lepas dari kalangan elite politik pesantren.
Sementara itu pasangan Tri Rismaharini atau Risma dan Zahrul Azhar Asumta (Gus Hans) yang diusung PDI Perjuangan juga menunjukkan kentalnya warna NU. Sebagai pengasuh Pondok Pesantren Queen Al Azhar Darul Ulum Jombang, Gus Hans jelas berada dalam lingkungan budaya NU. Ia juga bagian dari strata sosial NU yang cukup tinggi.
“Bu Risma sendiri punya catatan genealogis yang cukup kuat di kalangan kiai NU Sidoresmo, Surabaya,” kata Airlangga.
Adapun pasangan Luluk Nur Hamidah dan Lukmanul Hakim dari PKB sudah tak diragukan lagi ke-NU-annya. Sebagai politikus partai politik yang lekat dengan NU, Luluk dan Lukman pasti membawa tradisi maupun nilai-nilai organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia itu.
Di sisi lain, menurut Airlangga, kalangan NU saat ini telah menjadi pemilih rasional. Sehingga ketika semua pasangan calon memiliki warna identitas NU yang kuat, maka bukan hanya ke-NU-an yang menjadi catatan untuk memilih, tapi bagaimana masing-masing calon bisa menampilkan kemampuan teknokratik dan memberikan jawaban-jawaban pembangunan terkait dengan bagaimana mensejahterakan warga NU di tiap-tiap daerah yang tebal identitas ke-NU-annya.
“Nah di sini juga akan kita lihat pertarungan kontestasi politik di Pilgub Jatim ke depan itu bukan hanya dimaknai oleh semata-mata politik identitas memperebutkan sebagai NU, tapi juga politik teknokratik yaitu bagaimana menghadirkan visi-misi serta program yang nyata dan realistis untuk masyarakat Jatim,” tutur Airlangga.
Airlangga mengakui sebagai calon inkumben, Khofifah-Emil Dardak diuntungkan dalam pilkada ini. Meski demikian, kata dia, hal itu belum menjamin kemenangan. Karena figur Risma sendiri punya catatan sebagai mantan Wali Kota Surabaya dan kemudian sebagai Menteri Sosial, sehingga relatif dikenal di Jawa Timur. Menurutnya modal sosial Risma dalam pilgub juga tak dapat dipandang sebelah mata.
Calon lainnya, Luluk Nur Hamidah, dikenal sebagai anggota DPR RI yang memiliki reputasi dekat dengan agenda-agenda sosial. Luluk juga nampak vokal terhadap pemerintahan sekarang, yang semua itu akan menjadi bagian dari social capital yang akan dipertarungkan. “Artinya di sini inkumben itu tidak otomatis, serta merta,menjadi pemenang,” kata Airlangga.
Airlangga memperkirakan dua pasang penantang calon inkumben tersebut bakal men-challenge apa-apa yang belum selesai di periode pertama Khofifah-Emil. Misalnya program kemiskinan . Airlangga tak memungkiri bahwa terjadi penurunan angka kemiskinan di Jawa Timur.
“Tapi kalau dilihat, angka kemiskinan ekstrem mirip dengan apa yang terjadi dengan lima tahun yang lalu, terutama di Bangkalan, Sampang, Sumenep, Situbondo dan lain sebagainya, yang sebagian besar basis NU,” katanya.
Wakil Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Kacung Marijan juga menilai wajar bila tiga pasang calon ingin menggaet suara pemilih NU karena memang jumlahnya di Jawa Timur paling besar. Mayoritas pemilih pilkada di provinsi tersebut, kata Kacung, merupakan warga NU.
Ia berpendapat Khofifah-Emil lebih diuntungkan karena sebagai inkumben mereka punya relasi kuat dengan Muslimat di mana Khofifah sebagai ketua umumnya. “Namun pemilih NU sekarang sudah banyak yang rasional. Jadi ada irisan memilih calon dari orang NU sekaligus yang dianggap terbaik,” tutur Kacung saat dihubungi, Ahad, 1 September 2024.
Sedangkan pasangan Luluk-Lukman, kata Kacung, punya modal mesin politik infrastruktur PKB yang tertata rapi dari atas sampai ke level bawah. Kalau mampu memanfaatkan modal tersebut, kata Kacung, Luluk lan Lukmanul tak dapat dipandang enteng.
Seperti diketahui Pilgub Jatim 2024 diikuti oleh tiga pasangan calon. Yaitu Khofifah-Emil yang diusung Koalisi Indonesia Maju plus,Risma-Gus Hans dari PDIP, dan Luluk-Lukman yang merupakan usungan PKB.
Pilihan Editor: 3 Srikandi Bertarung di Pilkada Jatim 2024, Apa Jurus Khofifah, Risma, dan Luluk Nur Hamidah?