Adapun dalam jawaban terhadap gugatan, kuasa hukum Denny, Raziv Barokah, menyatakan permintaan ganti kerugian sebesar Rp 500 miliar sungguh di luar batas kewajaran lantaran tidak jelas dasar penghitungannya.
Selain itu, Raziv menguraikan gugatan terkesan sumir karena ukuran pencemaran nama baik hanya berdasarkan subjektivitas penggugat, tanpa tolak ukur yang objektif dan memadai. Menurut dia, hal demikian diafirmasi dalam pertimbangan putusan perkara dimaksud.
Raziv mengutip pertimbangan hakim yang berpendapat bahwa penghinaan tidak diukur dari apa yang si korban rasakan sebagai perbuatan menghina, tetapi diukur dari apakah tindakan atau ucapan itu merupakan penghinaan di dalam anggapan masyarakat di mana penghinaan itu dilakukan.
"Bila setiap pandangan kritis dianggap sebagai pencemaran nama baik, maka pemikiran tersebut mengarah pada upaya pembungkaman yang bertentangan dengan konstitusi UUD 45," kata Raziv.
Ia menilai bahwa gugatan Almas diajukan dengan itikad buruk atau vexatious litigation melalui forum ajudikasi, dan bukan untuk mencari keadilan, melainkan sekadar menarik sensasi di ruang publik.
Raziv berujar segala jenis upaya pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat melalui gugatan perdata tidak bisa dibiarkan, apalagi berisi permintaan ganti rugi sebesar Rp500 miliar yang sangat tidak masuk akal.
"Gugatan pencemaran nama baik bersifat vexatious semacam ini perlu dihentikan karena tidak sejalan dengan prinsip demokrasi yang memberikan kesempatan bagi publik untuk mengutarakan pandangannya,” ujar Raziv.