TEMPO.CO, Jakarta - Bacapres PDIP Ganjar Pranowo turut menanggapi ihwal desakan pemberhentian proyek ecowisata di Pulau Rempang. Menurut Ganjar pemerintah harus segera turun tangan dalam penyelesaian masalah Rempang. Namun ia mengingatkan jangan terlalu lama.
"Sekarang juga, pemerintah harus segera turun tangan jangan lama-lama. Apalagi aparatur ya musti bisa menyelesaikan dengan sangat cepat. Kalau itu tidak bisa diselesaikan, maka itu nanti akan menjadi inspirasi untuk yang lain," kata Ganjar Pranowo saat ditemui usai dialog Menjawab Tantangan Masa Depan Indonesia di Forum Alumni Perguruan Tinggi Se-Indonesia, Jakarta Theater, Ahad, 17 September 2023.
Dalam penyelesaian kasus ini, Ganjar menyebut perlu memanggil seluruh stakeholder terkait.
"Bisa dipanggil. Di sana ada kepala daerahnya di sana ada pengelolanya gitu ya. Saya kira lebih cepat ya," katanya.
Soal desakan menghentikan wacana pembangunan ecowisata Rempang, kaya Ganjar, respresentasi dari masyarakat juga mesti didengarkan.
"Apapun kebijakannya segera panggil mereka. Jangan terlalu lama, termasuk representasi dari masyarakat karena musti kita dengarkan juga," katanya.
Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta pemerintah menghentikan sementara rencana pembangunan Rempang Eco-city. Sebab, rencana proyek itu menimbulkan polemik, terutama persoalan relokasi yang ditolak warga
"Soal relokasi ini, Komnas HAM sudah melakukan pra-mediasi, BP Batam, wali kota, gubernur, dan Polda. Posisi Komnas HAM memberikan rekomendasi pertimbangan kembali (pembangunan Rempang Eco-city), tanpa harus menggusur warga setempat," kata Komisioner Mediasi Komnas HAM, Prabianto Mukti Wibowo, saat turun langsung ke Rempang, Sabtu, 16 September 2023.
Artinya, kata Prabianto, pemerintah diminta untuk kembali mempertimbangkan rencana pembangunan industri di kawasan Rempang. "Pasalnya, industri ini mengancam hajat hidup masyarakat yang telah turun-temurun mendiami tempat itu," katanya.
Prabianto juga menyoroti rencana pengosongan lahan untuk diserahkan segera ke PT MEG sebagai pengembang pada tanggal 28 September. "Kalau lihat tenggat waktu itu, saya kira ini agak sulit bisa dipenuhi (untuk pengosongan lahan)," ujar Prabianto.
Apalagi Komnas HAM butuh waktu untuk melakukan mediasi pemerintah dengan masyarakat untuk mencari solusi. "Melihat dinamika dan kondisi yang terjadi di lapangan, karena dalam peraturan perundangan yang berlaku, tentunya dalam penerbitan HPL harus dipastikan bahwa hak-hak pihak ketiga (masyarakat lokal) yang ada di dalamnya diselesaikan lebih dahulu," kata dia. Ihwal penerjunan aparat ke Rempang, ia juga meminta kepada aparat untuk menghindari tindakan represif atau melakukan tindak kekerasan kepada warga Rempang.
"Dua kali kami sudah menulis surat untuk BP Batam dan gubernur, Kapolda bahkan ke Kodam untuk menahan diri. Harapan kami rekomendasi tersebut dipenuhi dan akan memantau kondisi di lapangan," kata dia.
Jika rekomendasi itu tidak dipenuhi, Komnas HAM akan membuat laporan kepada presiden dan DPR RI. "Fungsi Komnas HAM melaporkan dugaan pelanggaran kepada presiden dan DPR RI," katanya.
Ia juga meminta tim terpadu menarik diri dari posko agar masyarakat lebih nyaman dan tenang dalam menjalankan aktivitas. "Ada dalam pernyataan kami, mendorong (aparat) menarik diri dari posisi saat ini. Evaluasi keadaan posko yang ada," ujar Prabianto.
Pihaknya saat ini belum bisa menyimpulkan apa yang jadi temuan sementara di lapangan. Kata Prabianto, perlu adanya pendalaman lebih lanjut.
Pilihan Editor: Tiga Menteri Tiba di Batam, Gelar Rakor Percepatan Pengembangan Investasi di Pulau Rempang