TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto memberikan keterangan berbeda dengan bukti yang dibeberkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang. Setya hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan untuk terdakwa Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd untuk kasus suap proyek PLTU Riau-1.
Kepada jaksa KPK, Setya mengatakan tak pernah ada pertemuan antara mantan Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih, Johannes Kotjo, dan Reza Herwindo, anak Setya di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan. Jaksa menduga ada pembicaraan tentang proyek PLTU Riau-1 dalam pertemuan itu.
Baca: Setya Novanto dan Idrus Marham di Sidang Lanjutan Johannes Kotjo
"Enggak, enggak pernah," kata Setya di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat pada Kamis, 1 November 2018.
Mendengar jawaban Setnov, jaksa KPK lantas memutar ulang percakapan antara Setya dengan Reza melalui telepon.
"Halo Reza, ini bapak. Za, itu Mbak Eni diajak ketemu Pak Kotjo dong, ngobrol apa yang musti diselesein di PLN. Bisa mampir ke Dharmawangsa engga?" kata Setya dalam rekaman tersebut.
Reza pun bertanya jam berapa dia harus berada di Hotel Dharmawangsa. Sang ayah menjawab, "09.30 WIB di situ, papa ada pesan buat kamu," kata Setya.
Baca: Setya Novanto Bantah Terlibat Proyek PLTU Riau-1
Jaksa KPK pun bertanya apa yang dimaksud proyek PLN itu. Setya menuturkan saat itu anaknya tengah menggarap proyek di Kupang, Nusa Tenggara Timur, bersama temannya. Namun ia tak menjelaskan secara rinci proyek apa yang sedang digarap anaknya itu.
"Saya tahu Bu Eni mau ketemu Pak Kotjo, saya pikir saja belajar. Karena anak saya punya investasi di Kupang," kata Setya. Jaksa KPK pun kembali bertanya alasan Setnov menyuruh Reza belajar kepada Johannes Kotjo.
Setya hanya menjawab, "Saya suruh anak saya belajar kan di Pak Kotjo sebulan dua kali. Saya kan tertarik dengan Pak Kotjo," ujarnya. Ia pun membantah bahwa pembelajaran itu tidak berkaitan dengan proyek PLTU Riau-1.
Dalam perkara ini, Johannes Kotjo didakwa memberikan uang Rp 4,7 miliar kepada Wakil Ketua Komisi Energi DPR, Eni Maulani Saragih. Menurut jaksa, uang tersebut diduga diberikan dengan maksud agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau-1.
Baca: 5 Peran Setya Novanto dalam Kasus PLTU Riau-1
Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo. Atas perbuatannya, Kotjo didakwa telah melanggar Pasal 5 ayat 1 atau Pasal 13 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan, nama Setya Novanto disebut dalam surat dakwaan terhadap Johannes Kotjo. Menurut jaksa, Setya rencananya akan mendapat jatah sebesar 24 persen atau sekitar US$ 6 juta dari proyek PLTU Riau-1 yang akan dikerjakan perusahaan yang diwakili Kotjo. Setya juga turut mempertemukan Johannes Kotjo dengan Eni Saragih.