TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Ahmad Doli Kurnia meminta publik tidak berpikir negatif dengan fenomena kotak kosong yang muncul di 41 daerah pada pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024.
“Kita jangan kemudian terlalu negative thinking terhadap masih munculnya fenomena kotak kosong,” kata Doli saat dihubungi di Jakarta pada Sabtu, 7 September 2024.
Politikus Partai Golkar itu menyampaikan hal itu menanggapi 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah atau calon tunggal pada Pilkada Serentak 2024 berdasarkan catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) per Rabu, 4 September 2024 pukul 23.59 WIB.
“Jadi jangan kemudian selalu ditafsirkan kalau munculnya kotak kosong ini ini rekayasa gitu lho, enggak juga,” ucapnya.
Menurut dia, fenomena munculnya kotak kosong pada Pilkada 2024 justru merupakan hasil konsekuensi dari dinamika demokrasi dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia.
“Kan kita sudah memberikan kesempatan seluruh daerah ini untuk munculnya calon-calon, baik pakai mekanisme usulan partai politik atau gabungan partai politik, maupun juga dari calon perseorangan. Bahkan, terakhir kan ambang batasnya diturunkan oleh Mahkamah Konstitusi, walaupun waktunya cukup singkat sebelum pendaftaran,” ujarnya.
Doli mengatakan fasilitas untuk memungkinkan munculnya banyak calon di daerah dari segi regulasi sudah memadai.
Dua Faktor Penyebab Munculnya Kotak Kosong
Doli menyebutkan faktor penyebab munculnya banyak kotak kosong di sejumlah daerah pada Pilkada 2024. “Itu mungkin karena proses pembinaan situasi sosial politik memang belum memungkinkan untuk munculnya banyak tokoh, banyak figur,” kata dia.
Dia mengatakan partai politik punya pekerjaan rumah harus lebih banyak membangun atau membina kader-kadernya. Dia menilai organisasi kemasyarakatan (ormas) juga punya andil dalam memunculkan tokoh-tokoh terbaik daerah sehingga merasa terpanggil untuk memimpin daerah tersebut dan mengikuti kompetisi pilkada.
“Terus juga bagaimana didorong supaya muncul para birokrat yang memang kuat ketokohannya, dan ormas-ormas yang lain harus juga ikut menciptakan situasi agar munculnya banyak tokoh,” ucapnya.
Faktor kedua, kata dia, adalah ongkos politik yang mahal di Indonesia, termasuk untuk mengikuti pilkada, yang menjadi penyebab banyaknya kotak kosong muncul di sejumlah daerah pada Pilkada 2024.
“Kalau ada orang yang merasa mampu, mereka selama ini punya ketokohan yang baik, tapi begitu dihadapkan dengan realitas politik pemilu ini mahal, harus menyiapkan sekian besar logistik, ya mereka jadinya enggak siap, mundur akhirnya,” tuturnya.