TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan perdebatan tentang pro-kontra dan rencana pengguliran hak angket DPR terkait pengangkatan Komisaris Jenderal M. Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat jika dibiarkan berlarut-larut akan menguras energi bangsa.
"Saya mengajak seluruh tokoh dan elite partai politik dan masyarakat kembali fokus pada agenda perhelatan pilkada serentak yang tinggal beberapa hari lagi kita gelar," kata Bambang melalui pesan tertulis pada Jumat, 22 Juni 2018.
Bambang pun mengajak semua pihak untuk memberikan kesempatan bagi Iriawan untuk membuktikan diri sebagai Pj Gubernur Jawa Barat. "Mari beri kesempatan Komjen Polisi M. Iriawan membuktikan bahwa dirinya bersikap netral dan pilihan pemerintah terhadap dirinya juga tidak salah," ujarnya.
Baca: Polri: Jadi Penjabat Gubernur, M. Iriawan Masih Anggota Polisi
Terkait wacana hak angket, Bambang mengatakan hal tersebut memang salah satu hak dan kewenangan penyelidikan tertinggi dalam suatu negara demokrasi yang dimiliki parlemen sebagai salah satu alat kontrol dewan dalam melakukan pengawasan terhadap suatu pemerintahan.
Bambang menjelaskan aturan mengenai hak angket termuat dalam pasal 79 ayat 3 dan pasal 199 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3). Dalam aturan tersebut, hak angket dapat diusulkan paling sedikit oleh 25 orang anggota DPR dan lebih dari 1 fraksi. Pengusulan hak angket harus disertai dokumen yang memuat materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki serta alasan penyelidikan. "Jadi, memang tidak sembarangan Dewan menggunakan hak istimewanya itu," ujarnya.
Baca: JK Minta Anggota DPR Tak Buru-buru Ajukan Angket Soal M. Iriawan
DPR boleh menggunakan hak angket namun harus memenuhi unsur adanya dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan oleh Pemerintah. Lebih dari itu, harus berkaitan dengan hal-hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dalam pelaksanaannya juga diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut pandangan pribadinya, kebijakan pengangkatan Iriawan, selain menjadi domain pemerintah juga tidak ada aturan atau undang-undang yang dilanggar. Ia merujuk pada ketentuan Pasal 201 Ayat 10 UU No 10 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota, menjadi UU dan ketentuan Pasal 109 ayat 3 UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN dan ketentuan Pasal 147 dan 148 PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN.
Di dalamnya diatur bahwa Jabatan Pimpinan Tinggi (Jabatan ASN) tertentu di lingkungan instansi pemerintah tertentu dapat diisi Prajurit TNI dan Anggota Polri sesuai dengan kompetensi berdasarkan peraturan perundang undangan. "Maka JPT Madya tertentu pada instansi tertentu dapat diisi oleh Anggota Polri. Seperti Sestama Lemhanas yang diisi oleh Komjen M. Iriawan yang tentunya dalam pengangkatannya atas persetujuan Kapolri," kata Bambang.
Baca: Pimpin Upacara, M. Iriawan: Saya Tidak Netral, Turunkan Saya