TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK menyarankan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk melakukan kajian sebelum menggulirkan hak angket soal pengangkatan Komjen M. Iriawan sebagai penjabat Gubernur Jawa Barat.
"Kalau hak angket tentu urusan DPR. Tapi sebelum hak angket, dikaji dulu," kata JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis, 21 Juni 2018.
Baca juga: Demokrat Bakal Ajukan Hak Angket Menyoal Pelantikan Iwan Bule
JK mengatakan bahwa penunjukan M. Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat sudah melalui kajian secara hukum. Kajian, kata dia, sudah dilakukan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. "Jadi soal hukumnya itu, Menteri Dalam Negeri sudah menjelaskan berkali-kali seperti itu," ujarnya
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo juga mengaku siap menghadapi DPR soal wacana hak angket DPR mengenai Penjabat Gubernur Jawa Barat, M. Iriawan. "Ya saya kalau diundang DPR akan saya jawab saja apa yang putuskan yang jelas sudah memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Tjahjo usai ziarah ke Makam Bung Karno, di Blitar, Jawa Timur, Rabu, 20 Juni 2018.
Baca juga: Kontroversi M. Iriawan Jadi Penjabat Gubernur Jawa Barat
Ia menegaskan, pengangkatan M. Iriawan sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Tjahjo, pengangkatan Iriawan menjadi Penjabat Gubernur Jabar sudah dibahas dengan pihak Istana terkait landasan aturan hukum. Pihak Setneg sudah menelaah landasan hukum sebelum mengeluarkan keputusan presiden.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon sebelumnya menyatakan partainya akan menginisiasi Pansus Hak Angket Pati Polri sebagai Penjabat Gubernur. Ia menilai pelantikan Komisaris Jenderal M. Iriawan sebagai penjabat Gubernur Jawa Barat berpotensi memunculkan kembali dwifungsi TNI-Polri.
Baca juga: Menjelang Pilgub Jabar 2018: Komjen M. Iriawan Jadi Pj Gubernur
Selain Gerindra, Fraksi Partai Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga akan mengajukan hak angket. "Segera setelah libur Lebaran selesai, kami akan mengajukan angket ke DPR," ujar Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Dewan Pengurus Pusat Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean saat dihubungi Tempo, pada Selasa, 19 Juni 2018.
Ferdinand menjelaskan, Demokrat mengajukan angket ke DPR karena melihat banyak kejanggalan atas penunjukan M. Iriawan tersebut. "Dulu sudah ditolak publik dan dibatalkan oleh pemerintah. Kenapa sekarang pemerintah menjilat ludah sendiri? Ini yang aneh," ujarnya.
Baca juga: Tarik Iriawan Jadi Asops, Tito: Dia Mumpuni Hadapi Event Besar
Ferdinand menganggap pelantikan ini melanggar tiga undang-undang sekaligus, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Atas dasar tersebut, Partai Demokrat mencurigai ada muatan kepentingan subyektif pemerintah atau presiden dalam hal ini.