TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menuntut pemerintah unutk membentuk tim investigasi independen untuk mengusut kasus penyerangan air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan.
"Kami menuntut pemerintah mengambil langkah tegas dengan cara membentuk tim investigasi independen agar penanganan perkara Novel Baswedan dapat dilakukan hingga tuntas," kata Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik Kontras Putri Kanesia, dalam keterangan tertulisnya, Senin, 22 Mei 2017.
Baca: ICW: Polisi Lamban Mengungkap Kasus Penyerangan Novel Baswedan
Ia mengungkapkan alasan di balik tuntutan itu karena kepolisian belum juga dapat menemukan pelaku penyerangan dan oknum yang diduga menyuruh melakukan penyerangan yang terjadi pada 11 April 2017. Ia menuturkan, lambannya kerja kepolisian sangat mengkhawatirkan dan menimbulkan tanda tanya bagi publik. Sebab, bagian reserse kriminal umum Polri dikenal cepat mengungkap perkara pidana yang rumit.
Putri membandingkan pengungkapan kasus Novel dengan pembunuhan di Pulomas. Dia mengaku masih ingat akan keberhasilan tim gabungan Polda Metro Jaya menangkap tersangka pelaku pembunuhan sadis di Pulomas hanya dalam satu pekan. "Respon yang cepat dari Polri, tidak terlihat dalam penanganan perkara Novel Baswedan ini," ucapnya.
Ia menilai, belum adanya titik terang perkara penyerangan terhadap Novel akan menjadi preseden buruk bagi aparat penegak hukum lain dan upaya pemberantasan korupsi. Hal ini, kata dia, menunjukkan belum ada perlindungan yang cukup bagi orang-orang atau lembaga yang berupaya memberantas korupsi.
Baca: KPK Tak Bisa Beri Semua Kasus Disidik Novel Baswedan ke Polisi
Menurut Putri, penyerangan terhadap Novel tidak dapat dilepaskan dari statusnya sebagai salah seorang penyidik senior di KPK. Sebab, banyak perkara korupsi yang melibatkan para pejabat publik dan penyelenggara negara yang berhasil diungkap oleh Novel Baswedan dan timnya. Adapun perkara terbaru yang kini ditangani Novel ialah perkara korupsi KTP elektronik.
Putri mengatakan, kasus e-KTP diduga melibatkan banyak pihak dan kepentingan. Sehingga, kata dia, bukan tidak mungkin ada oknum yang merasa kepentingannya terganggu dan berusaha merintangi proses hukum yang sedang berjalan. "Upaya tersebut diwujudkan dalam bentuk penyerangan terhadap Novel Baswedan," ujarnya.
Dugaan ini, ujar dia, bukan tanpa dasar. Pasalnya, beberapa waktu sebelum penyerangan terhadap Novel terjadi, saksi perkara e-KTP, Miryam S. Haryani, mencabut seluruh BAP-nya di muka persidangan. Ia menduga pencabutan kesaksian tersebut karena Miryam diancam oleh oknum tertentu. Sehingga akhirnya membuat KPK mengambil langkah tegas dengan memproses kejadian tersebut melalui pasal pemberian keterangan palsu.
Baca: Siapakah Miko yang Dilepas Polisi Terduga Serang Novel Baswedan?
Salah satu akibat yang juga ditimbulkan dari pemeriksaan Miryam sebagai saksi dan pencabutan BAP di muka persidangan adalah DPR sempat menggulirkan wacana pelaksanaan hak angket terhadap KPK. Putri melihat hak angket ini bertujuan meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam yang diduga menyebutkan nama-nama anggota dewan.
Karena itu, ia turut menuntut KPK memeriksa dugaan terjadinya perintangan atau penghalang-halangan penanganan perkara korupsi (obstruction of justice) dalam penyerangan terhadap Novel Baswedan.
FRISKI RIANA