TEMPO.CO, Medan - Dalam 10 tahun terakhir, masyarakat adat telah berulang kali melakukan dialog dengan pemerintah. Dialog dilakukan terkait dengan pengakuan masyarakat adat, jumlah hutan adat yang dikembalikan, belum terbentuknya Satuan Tugas (Satgas) Masyarakat Adat hingga UU Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat yang belum disahkan.
Hal tersebut disampaikan masyarakat adat melalui Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Sekjen AMAN), Abdon Nababan pada Pembukaan Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) ke 5 di Kampung Tanjung Gusta, Medan, Jumat, 17 Maret 2017.
Baca : Jokowi Minta Hasil Kongres Masyarakat Adat Disampaikan Langsung
"Dialog yang dilakukan dengan Pemerintah sudah dimulai dari 2007 hingga sekarang. Artinya sudah 10 tahun, namun hasilnya masih kecil", ujar Abdon.
Abdon mencontohkan jika Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 35/2012 tentang hutan adat audaht berumur empat tahun, namun baru 13 hektar hutan adat yang dikembalikan ke masyarakat adat.
Belum lagi terkait Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat (RUU MA). Memang saat ini RUU MA sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017, tapi RUU hasil usulan inisiatif DPR, bukan dari Presiden.
Simak : Barisan Pemuda Adat Dorong Pendirian Sekolah Adat di Nusantara
Sebab itu, masyarakat adat berharap jika pemerintah lebih menyeriusi persoalan tersebut. Paling tidak sampai Kongres AMAN ke 5 ini, mereka ingin melihat bagaimana progesifitas dari pemerintah.
"Kami menginginkan adanya percepatan kinerja pemerintah untuk masyarakat adat. Mudah-mudahan Kongres ini bisa menjadi awal kemitraan yang lebih kongres dimasa depan," harap Abdon.
IIL ASKAR MONDZA