TEMPO Interaktif, Jakarta - Terdakwa perkara terorisme Abu Bakar Baasyir menuding Detasemen Khusus 88 Antiteror berada di balik kasus tiga bom buku.
"Itu rekayasa. Saya curiga dari Densus kalau soal teror begini," katanya menjawab Tempo di ruang tahanan PN Jakarta Selatan, Kamis (17/3).
Sambil menyaksikan sidang dari tv monitor di ruang tahanan, ia menjelaskan tak terkait dengan bom buku itu. Baasyir juga membantah hubungan langsung poster ancaman terhadap sejumlah petinggi densus yang ada di antara massa pendukungnya dengan kasus bom buku.
Baasyir bahkan menduga pembawa poster itu sebagai orang jahat atau intel yang sengaja ingin mendiskreditkan dia.
Pada sidang pertama Baasyir, seorang anggota massa pendukungnya membeber kertas berisi ancaman mati terhadap Petrus Golose, Gorries Mere, dan Guntur Romli. Dua nama awal adalah petinggi kepolisian yang juga penggerak Densus 88. Sedangkan Guntur adalah aktivis pro pluralisme dan kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Pada Selasa lalu, tiga bom buku dikirimkan masing-masing kepada Ulil Abshar Abdalla di kantor KBR 68H, Jakarta Timur, Kantor BNN, serta rumah petinggi Pemuda Pancasila Yapto S.S. Bom untuk Ulil meledak dan melukai anggota kepolisian.
Soal Gorries, Baasyir menuturkan bahwa Gorries paling bermasalah terhadap muslim dalam masalah terorisme. Ia pun menuduh Komisaris Jenderal Gorries, kini Ketua BNN, adalah makelar Amerika Serikat.
Adapun Ulil disebutnya sebagai orang murtad yang menyebarkan ajaran sesat lewat JIL. Baasyir mengatakan MUI juga berpendapat serupa tentang JIL dan Ulil. "JIL juga berkaitan dengan Amerika," ujarnya dengan nada tinggi.
Jobpie Sugiharto