Chandra, kata Dikdik, jadi tersangka karena menerbitkan surat permohonan cekal tertanggal 22 Agustus 2008 untuk bos PT Masaro Anggoro Widjojo. “Padahal Anggoro bukan merupakan subjek hukum yang tengah disidik oleh KPK. Status Anggoro tidak jelas,” kata Dikdik, dalam jumpa pers di Mabes Polri, Rabu (16/9).
Saat itu, kata dia, KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi Tanjung Api-api, yang tak ada hubungannya dengan kasus Masaro yang membelit Anggoro. “Dasar cekalnya surat perintah penyidikan kasus Tanjung Api-api,” ujarnya. Berdasarkan aturan, Dikdik melanjutkan, pencekalan semestinya dilakukan dalam rangka penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan, kasus yang berhubungan dengan orang yang dicekal.
Selain itu, masih menurut Dikdik, penerbitan surat ini tak didasarkan pada keputusan kolektif pimpinan KPK. “Chandra bertindak sendiri,” ujarnya. Hal itu, kata Dikdik, melanggar aturan KPK yang menyatakan bahwa keputusan pimpinan harus kolektif kolegial.
Sementara itu, Bibit dipersalahkan karena menerbitkan surat cekal untuk Joko Soegiarto Tjandra, bos PT Era Giat Prima yang kini buron. “Pimpinan lain tidak mengetahui pencekalan itu,” Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Komisaris Besar Yoviannes Mahar menambahkan. Seperti Anggoro, Yoviannes melanjutkan, dasar pencekalan Joko Tjandra didasarkan pada surat perintah penyidikan untuk kasus yang berbeda.
Cekal tersebut, tambah Yovianes, selanjutnya dicabut oleh Chandra Hamzah. Dia juga mencabutnya tanpa sepengetahuan pimpinan KPK yang lain. “Satgas belum melakukan apapun terhadap Joko Tjandra saat Chandra Hamzah mencabutnya cekal itu,” kata Yovianes.
ANTON SEPTIAN