TEMPO.CO, Jakarta - Calon hakim agung kamar pidana Dwiarso Budi Santiarto ditanya pengalamannya dalam memutus sejumlah perkara, salah satunya penodaan agama yang melibatkan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Dwiarso mengatakan, ia tak bisa secara rinci bicara perihal perkara dan putusan. Namun, dia mengatakan selalu berpedoman pada hukum acara dan materi perkara dalam memeriksa maupun memutus sebuah kasus.
"Kalau pidana itu hukum acara saya pegang, kemudian dakwaan saya pegang. Jadi kami tidak akan lari ke mana, insya Allah kami selamat kalau menerapkan hukum acara," kata Dwiarso saat fit and proper test calon hakim agung di Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 20 September 2021.
Misalnya, Dwiarso mencontohkan, hakim memberikan kesempatan yang seimbang kepada jaksa dan penasihat hukum atau antara jaksa dan terdakwa. Selain itu, jika ada kesalahan, hakim juga harus menegur baik jaksa, terdakwa, maupun pengacara.
"Kami harus berlaku adil dalam menerapkan. Demikian juga dalam mempertimbangkan fakta persidangan," ujar calon berlatar belakang Ketua Badan Pengawas Mahkamah Agung ini.
Menurut Dwiarso, kemandirian hakim dibatasi oleh akuntabilitas. Putusan hakim tidak hanya diunggah di direktori putusan, tetapi masyarakat pun dapat melihat bagaimana persidangan berjalan, fakta-fakta yang didapat, dan cara hakim mempertimbangkan fakta-fakta yang ada ke dalam dakwaan.
Dalam menjatuhkan hukuman pidana, kata dia, hakim juga tak bisa serta-merta menjatuhkan putusan tanpa pertimbangan. Ia mengatakan putusan hakim tetap harus dapat dipertanggungjawabkan.
"Ini yang sering dikritisi oleh masyarakat bahwa hakim itu putusannya harus akuntabel. Betul, walaupun kami mandiri, ini tidak sewenang-wenang, ada batasan-batasan bahwa inilah yang harus dilakukan oleh hakim," ujar dia.
Sebelumnya, anggota Komisi Hukum DPR Supriansa menanyai calon Hakim Agung Dwiarso pengalamannya menangani sejumlah perkara. Selain kasus Ahok, Supriansa juga menyinggung kasus sengketa lahan di Jawa Tengah yang memutus gubernur melakukan perbuatan melawan hukum, kasus Bupati Karanganyar, dan kasus mantan hakim adhoc Pengadilan Tipikor Semarang.