TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Seni mengapresiasi pemerintah yang telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Pemajuan Kebudayaan. PP ini diteken Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 24 Agustus 2021.
Manajer Advokasi Koalisi Seni, Hafez Gumay, menyebut aturan turunan ini sebetulnya terbit terlambat dua tahun dari tenggat 29 Mei 2019 yang ditetapkan UU Pemajuan Kebudayaan. Dengan adanya PP ini, ujar dia, pemerintah pusat maupun daerah tidak punya alasan lagi untuk menunda upaya pemajuan kebudayaan.
"Selama ini, pelaksanaan UU Pemajuan Kebudayaan terganjal peraturan turunan yang belum ada. Sekarang, saatnya pemerintah tancap gas mengerjakan pekerjaan rumahnya demi memajukan kebudayaan Indonesia,” ujar Hafez Gumay lewat keterangan tertulis, Kamis, 9 September 2021.
Ia menyebut, PP ini mengatur banyak hal, mulai dari ketentuan tentang Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK) dan Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu (SPKT); inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, dan penyelamatan objek pemajuan kebudayaan; hingga kriteria penerima dan mekanisme pemberian insentif terkait pemajuan kebudayaan.
Terbitnya PP ini, ujar Hafez, perlu ditindaklanjuti pemerintah daerah dengan membuat peraturan daerah tentang pemajuan kebudayaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.
Baca Juga:
Sementara itu, pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dinilai perlu melansir Peraturan Menteri sebagai pedoman teknis pemajuan kebudayaan bagi tiap unit kerjanya, serta izin pemanfaatan objek pemajuan kebudayaan oleh pihak asing dan industri besar.
Hafez menyebut, PP ini juga memperkuat pengarusutamaan kebudayaan dalam rencana pembangunan nasional melalui RIPK, karena seluruh peraturan yang dibutuhkan untuk merampungkan penyusunannya telah ada.
"Kini penyusunan RIPK cuma terganjal belum disahkannya Strategi Kebudayaan oleh Presiden Joko Widodo sejak 2018. Jika RIPK selesai dan diadopsi ke dalam rencana pembangunan, akan ada lebih banyak kebijakan pemerintah dan alokasi anggaran yang berpihak pada pemajuan kebudayaan," ujarnya.
Koordinator Jejaring Koalisi Seni, Oming Putri menyebut terbitnya PP ini tentu tidak sepenuhnya menjamin pemajuan kebudayaan akan diterapkan dengan baik. “Upaya advokasi justru perlu terus dilakukan pegiat seni budaya untuk menekan pemerintah agar segera menjalankan seluruh kewajibannya," ujarnya.
Daftar “tagihan” ini terentang mulai dari pembentukan SPKT, pengesahan Strategi Kebudayaan, penyusunan RIPK, penetapan Peraturan Menteri, hingga pembentukan Dana Perwalian Kebudayaan. "Jika pemerintah menjalankan kewajibannya, maka potensi Indonesia sebagai negara adidaya budaya seperti yang dinyatakan UNESCO akan segera terwujud. Dampaknya, kesejahteraan masyarakat pun ikut meningkat," ujar Oming.
Baca juga: Ma'ruf Amin Tinjau Pembelajaran Tatap Muka Terbatas di Bogor