TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menduga ada maladministrasi dan malprosedur dalam kerusuhan di Markas Komando atau Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. “Kalau tidak ada maladministrasi, tidak mungkin bisa terulang seperti ini,” kata Dahnil kepada Tempo, Kamis, 10 Mei 2018.
Dahnil mengatakan kepolisian harus mengevaluasi karena kejadian kerusuhan di Mako Brimob juga pernah terjadi pada 2017.
Baca: Rusuh Mako Brimob, Wiranto: 155 Napi Menyerah Tanpa Syarat ...
Kemarin, akun Instagram @sem_maliik87, yang diduga milik narapidana Mako Brimob, melakukan live streaming. Streaming diduga dilakukan di dalam penjara.
Dahnil heran mengapa narapidana kasus terorisme, yang seharusnya mendapatkan penjagaan ketat, bisa memegang senjata di Mako Brimob. Ia juga tidak habis pikir mengapa seorang narapidana bisa memegang telepon genggam di dalam penjara. “Pernyataan-pertanyaan itu harus dijawab oleh pihak kepolisian,” ujarnya.
Kerusuhan di Rutan Mako Brimob sejak Selasa malam lalu, 8 Mei 2018, menewaskan lima polisi, termasuk Yudi. Mereka mengamuk dan menguasai rutan serta menyandera enam anggota kepolisian yang berjaga. Satu orang polisi, Brigadir Kepala Iwan Sarjana dibebaskan melalui negosiasi.
Baca: Rusuh Mako Brimob, Wiranto: Tidak Ada Negosiasi, tapi Ultimatum
Lima anggota kepolisian yang gugur menerima kenaikan pangkat luar biasa. Wakapolri Komisaris Jenderal Syafruddin menegaskan operasi penanggulangan kerusuhan Mako Brimob sejak 36 jam sebelumnya telah berakhir pada Kamis pagi, 10 Mei 2018, pukul 07.15.
Saat memberikan keterangan pers di Mako Brimob, Depok, Kamis, Syafruddin menyebutkan sekitar 95 persen narapidana dan tahanan teroris telah menyerahkan diri.