TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat buka suara soal pertemuannya dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat beberapa waktu lalu. Akibat pertemuan itu, Arief Hidayat dianggap melanggar etik dan dijatuhi sanksi dari Dewan Etik MK.
Arief menuturkan, pertemuannya dengan DPR berkaitan dengan pemilihan hakim konstitusi. Dia mengaku diundang DPR untuk mengurus proses pemilihan karena hakim konstitusi dipilih oleh DPR. Sama seperti pada 2013, saat dia masuk bursa pemilihan hakim konstitusi, dia diseleksi langsung oleh DPR. Jika tidak hadir, kata dia, Arief tak bisa diproses ikut pemilihan.
Baca juga: Jokowi Lantik Arief Hidayat Jadi Hakim Konstitusi 2018-2023
Arief mengaku sudah meminta izin Dewan Etik MK untuk bertemu dengan DPR. "Saya sudah izin Dewan Etik tapi kok saya dipersoalkan," kata dia di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 27 Maret 2018.
Dia mengatakan pertemuan dengan DPR diperlukan lantaran dia dipilih DPR. Jika dipilih oleh Presiden, Arief menuturkan calon hakim konstitusi pasti akan bertemu Presiden. Sama seperti jika hakim dipilih oleh Mahkamah Agung.
Dewan Etik MK menyatakan Arief terbukti melanggar kode etik karena bertemu dengan DPR sebelum proses uji kelayakan dan kepatutan calon hakim MK. Pelanggaran etik terjadi karena Arief bertemu dengan sejumlah pimpinan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta.
Baca juga: Diadukan PBHI, Ketua MK Arief Hidayat Siap Jelaskan ke Dewan Etik
Arief tak hanya sekali tersandung kasus etik. Pada 2016, dia terbukti melakukan pelanggaran etik karena mengirim surat yang isinya menitipkan seorang kerabat kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono. Saudaranya, dalam katebelece itu, merupakan seorang Jaksa Penata Muda di Kejaksaan Negeri Trenggalek, Jawa Timur.
Arief Hidayat terbukti dua kali melanggar kode etik dari enam laporan etik yang dilaporkan ke Dewan Etik Mahkamah Konstitusi. Dia diganjar sanksi ringan berupa teguran lisan dan tertulis atas kedua pelanggaran tersebut.