TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai bahwa putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) terkait perubahan syarat pasangan calon peserta Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024, tidak dapat dijadikan sebagai bukti terjadinya tindakan nepotisme serta penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
"Menurut Mahkamah, adanya putusan MKMK nomor 2/MKMK/L/11/2023 yang menyatakan adanya pelanggaran berat etik dalam pengambilan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak serta merta dapat menjadi bukti yang cukup untuk meyakinkan mahkamah bahwa telah terjadi tindakan nepotisme yang melahirkan abuse of power Presiden dalam perubahan syarat pasangan calon tersebut," kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat
Macam Tindakan Nepotisme
Nepotisme merupakan tindakan pelanggaran hukum yang masih terjadi di lingkungan pejabat pemerintahan. Tindak Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme diatur dalam Undang-Undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Dilansir dari Jurnal Elektronik Universitas Atma Jaya, nepotisme berasal dari istilah bahasa Inggris nepotism yang secara umum mengandung pengertian mendahulukan atau memprioritaskan keluarganya/kelompok/golongan untuk diangkat dan atau diberikan jalan menjadi pejabat negara atau sejenisnya.
Dengan demikian nepotisme merupakan suatu perbuatan/tindakan atau pengambilan keputusan secara subyektif dengan terlebih dahulu mengangkat atau memberikan jalan dalam bentuk apapun bagi keluarga/kelompok/golongannya untuk suatu kedudukan atau jabatan tertentu.
Contohnya adalah beberapa pegawai yang bekerja di suatu lembaga atau instansi berasal dari keluarga yang sama. Ada lagi jika seorang pemimpin perusahaan berasal dari kampus A, maka pelamar yang juga berasal dari kampus A akan lebih diutamakan daripada pelamar lain. Nepotisme yang mungkin sering terjadi di politik adalah menempatkan orang dari partai politik yang sama untuk mengisi posisi penting di pemerintahan.
Nepotisme adalah tindak pidana sebagaimana termaktub di dalam Pasal 22 UU 28/1999. Setiap penyelenggara negara yang melakukan nepotisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Macam Tindakan Abuse of Power
Dilansir dari laman IAIN Pontianak, abuse of power adalah tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan seorang pejabat untuk kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan diri sendiri, orang lain atau korporasi. Kalau tindakan itu dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai tindakan korupsi.
Pelaku utama dalam banyaknya kasus abuse of power adalah mereka yang disebut sebagai administrator publik atau pegawai negeri sipil atau aparatur sipil negara (ASN). Mereka memiliki kewenangan dan dibebani tanggung jawab untuk mengerjakan tugas pemerintahan.
Contoh dari tindakan ini adalah pejabat pemerintah yang menggunakan jabatan untuk memperkaya diri sendiri atau kroninya, misalnya menerima suap dari proyek tertentu. Ada juga pemimpin yang sewenang-wenang memecat karyawannya tanpa alasan yang sah. Abuse of power juga bisa terjadi saat penguasa memberi ancaman untuk mengontrol bawahannya.
Pada dasarnya, abuse of power terjadi ketika seseorang dengan posisi atau kekuatan lebih tinggi menggunakannya untuk keuntungan pribadi atau untuk menyakiti orang lain. Dalam konteks putusan MK, perubahan batas usia presiden dan wakil presiden dalam putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 diduga adalah hasil nepotisme Jokowi. Namun, hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan tudingan tersebut tak cukup bukti.
ANANDA RIDHO SULISTYA | MUTIARA ROUDHATUL JANNAH | RIZKI DEWI AYU
Pilihan Editor: Hakim MK Arief Hidayat Sebut Nepotisme dan Abuse of Power, Ini Artinya