TEMPO.CO, Jakarta - Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3 akhirnya diberi nomor oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan undang-undang itu bernomor 2 tahun 2018 tentang MD3.
Dengan adanya penomoran undang-undang tersebut, masyarakat dipersilakan menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi. "Maka sekarang sudah mulai bisa menggugatnya, karena sudah ada nomornya dan sudah sah menjadi undang-undang," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 15 Maret 2018.
Baca juga: Ini Alasan Jokowi Menolak UU MD3 dan Sarannya untuk Masyarakat
Yasonna mengatakan penomoran undang-undang tersebut telah diketahui Presiden Joko Widodo dan tercatat dalam Lembaran Negara RI. "Jadi kalau ada sekarang mau mengajukan judicial review silakan, UU Nomor 2 Tahun 2018," katanya.
Sebelumnya undang-undang ini belum bernomor karena Presiden Jokowi tak mau menandatanganinya. Setelah 30 hari disahkan DPR, undang-undang ini otomatis dinyatakan sah dan berlaku.
Jokowi mempersilakan masyarakat untuk mendaftarkan uji materi UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi. Ia berdalih tak menandatangani karena menangkap keresahan masyarakat.
Sejumlah pasal dalam UU MD3 menuai kontroversi lantaran mengatur tentang imunitas DPR dan membuatnya terkesan super power. Meski dibahas bersama pemerintah, Jokowi membantah jika ia kecolongan atas pembahasan tersebut. Ia juga tidak akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
Baca juga: UU MD3 Berlaku, Zulkifli Hasan Ungkap Tiga Pimpinan MPR yang Baru
Ketua DPR Bambang Soesatyo pun membuka ruang kepada masyarakat yang ingin mengajukan uji materi UU MD3 ke MK. Menurut dia, langkah itu lebih konstitusional. "Apapun nantinya putusan MK, DPR siap melaksanakannya. Kita taat hukum dan taat azas," kata politikus Partai Golkar itu.