TEMPO.CO, Jakarta - Partai Golongan Karya atau Golkar menyatakan tidak akan mendorong revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau UU MD3. Politikus Partai Golkar, Firman Soebagyo mengatakan hingga saat ini tidak ada arahan apapun yang diintruksikan Dewan Pimpinan Pusat kepada para legislator Golkar di Senayan, untuk menggerakan revisi UU MD3.
"Tidak ada lobi-lobi soal revisi," kata Firman saat dihubungi Tempo, Sabtu, 6 April 2024.
Golkar, Firman melanjutkan, sejak awal telah memastikan tidak terlibat dalam wacana revisi Undang-Udang MD3. "Bahkan sampai sekarang tidak ada kami punya rencana itu."
Jika Badan Legislasi DPR memasukan revisi Undang-Undang MD3 menjadi program legislasi nasional prioritas, menurut dia, tindakan tersebut bukan suatu hal yang baru terjadi. "Sejak 2019 sudah kerap masuk prolegnas," ucapnya.
Partai berlambang pohon beringin iTunes hingga saat ini masih berfokus dalam mengawal proses sidang perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU di Mahkamah Konstitusi. "Belum dengar ada upaya merevisi," katanya.
Badan Legislasi DPR memastikan revisi Undang-Undang MD3 masuk dalam prolegnas prioritas 2024 DPR. Wakil Ketua Baleg, Achmad Baidowi tak menyangkal ihwal hal tersebut. "Setahu saya setiap tahun itu masuk," kata dia.
Kendati begitu, kata Baidowi, hingga saat ini belum ada tindaklanjut terhadap upaya revisi tersebut. "Itu hal yang biasa, tidak perlu ditanggapi terlalu ini," ujarnya.
Adapun Golkar dituding menjadi partai yang hendak melakukan revisi terhadap Undang-Undang MD3. Tudingan ini mencuat manakala Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto menyebut, jika PDIP amat mendapat banyak tekanan selama berlangsungnya proses Pemilu 2024.
Salah satu tekanan tersebut, kata Hasto, adalah upaya partai beringin yang dinilai hendak merevisi Undang-Undang MD3 guna merebut kursi pimpinan DPR dari tangan PDIP.
Berdasarkan hasil keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 360 Tahun 2024, PDIP dinyatakan sebagai partai politik pemenang Pemilu 2024. Partai banteng menorehkan sebanyak 25.387.279 suara nasional, diikuti oleh Golkar di urutan kedua dengan torehan 23.208.654 suara.
Di sinilah polemik ihwal wacana pengguliran revisi Undang-Undang MD3 muncul. Menurut Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia atau Formappi, Lucius Karus. Posisi Golkar yang menempel ketat PDIP disinyalir menjadi sinyal kuat bagi partai beringin untuk kembali menancapkan kekuasaannya di Senayan.
Memang, kata Lucius, pada 2014 lalu langkah Golkar berjalan dengan mulus meski tidak menjadi partai dengan perolehan suara terbanyak nasional di pemilu. "Saat itu Setya Novanto, kader Golkar berhasil menjadi Ketua DPR meski berujung perkara megakorupsi," ujarnya.
Oleh karenanya, Lucius berharap agar DPR tetap berpedoman pada Undang-Undang MD3 saat ini, dalam hal menentukan kursi Ketua DPR. Hal ini, akan menjaga muruah demokrasi yang seimbang. "Kalau eksekutif dari partai A, idealnya legislatif harus dari partai B yang bersebrangan. Supaya check and balances," kata dia.
Kamis lalu, Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad mengklaim, mayoritas Fraksi partai di Senayan saat ini menolak, ihwal wacana untuk merevisi Undang-Undang MD3, meski masuk dalam program legislasi nasional prioritas DPR 2024.
Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron mengatakan, jika Demokrat belum memiliki keinginan dan alasan jelas untuk mendorong digulirkannya revisi Undang-Undang tentang MD3 ini. "Kami wait and see saja saat ini, belum aa urgensi juga," kata Herman.
Sedangkan Wakil Sekretaris Jenderal PKB, Syaiful Huda mengatakan, meski PKB belum secara resmi menyatakan sikap terhadap wacana pengguliran revisi Undang-Undang MD3, secara pribadi Huda berharap DPR tetap berpedoman pada aturan lama dalam menentukan kursi pemimpin DPR.
Penerapan aturan lama, kata Huda, menjadi bentuk penghormatan terhadap fatsun suara rakyat yang telah dititpkan kepada partai politik di Senayan. "Saya pribadi menyarankan Ketua dipilih berdasarkan partai yang menang di pemilu," ujarnya.
Pilihan editor: Ketua MK Tegur Muhadjir karena Bela Jokowi soal Bagi-bagi Bansos