TEMPO.CO, Denpasar -Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly menganggap perdebatan terkait UU MD3 sudah terlalu panjang. "Ya namanya dinamika politik. Kalau enggak begitu nanti sudah satu tahun tidak jadi-jadi itu MD3," katanya seusai acara pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III PDI Perjuangan di Bali, Jumat, 23 Februari 2018.
Materi UU nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Menurut dia pihak DPR telah banyak mengajukan Daftar Inventaris Masalah (DIM).
Baca : Gandeng 122 Pengacara, PSI Ajukan Gugatan UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi
"Penguatan legislasi, penambahan Mahkamah Kehormatan Dewan, kemudian penegasan tentang hak imunitas itu kan secara konstitusi ada," ujar Yasonna lagi.
Menteri Yasonna menuturkan bahwa sebelumnya ada beberapa daftar yang membuat pihaknya tidak sependapat. "Itu terjadi perdebatan yang sangat panjang dengan DPR. Akhirnya ya daripada ini gagal kita terima," tuturnya. "Dan saya sudah mengingatkan mereka, ini potensial untuk digugat di Mahkamah Konstitusi."
Beberapa pasal di UU MD3 seperti tentang imunitas DPR dan pemanggilan paksa menuai kontroversi. DPR dianggap menjadi lembaga yang seolah-olah kebal hukum sekaligus juga antikritik.
Pasal-pasal yang banyak dikritik itu di antaranya adalah Pasal 122 huruf (k) yang mengatur wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan untuk mengambil langkah hukum terhadap siapapun yang dianggap merendahkan martabat DPR.
Di bagian lain UU MD3, yang juga panen kritik adalah pasal 73 yang berisi kuasa DPR untuk bisa meminta kepolisian memanggil paksa, hingga menyandera setiap orang yang menolak hadir memenuhi panggilan DPR. Kepolisian Republik Indonesia diwajibkan memenuhi permintaan DPR dalam pasal ini.