TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu sependapat dengan langkah pemerintah yang akan menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia berat di masa lalu dengan jalan non-yudisial atau rekonsiliasi untuk kasus yang terjadi pada tahun 1965 dan sebelumnya. "Untuk kasus 1965 saya kira penyelesaiannya bisa dengan jalan non-yudisial," kata politisi PDI Perjuangan itu, saat dihubungi, Jumat, 18 Maret 2016.
Menurut Masinton, pemerintah memilih jalan non-yudisial sebagai alternatif untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu karena sulitnya untuk mengumpulkan bukti-bukti maupun saksi. "Penyelesaian yudisial itu kan perlu bukti dan saksi. Nah untuk kasus 1965 ke bawah kan sulit mencari alat buktinya," ujarnya.
Namun Masinton meminta agar pemerintah memberikan alasan yang logis dan penjelasan yang tidak menyakiti publik ketika ingin mengambil jalan non-yudisial sebagai jalan penyelesaian. "Karena ini kan berkaitan dengan sejarah. Jangan sampai ada kebohongan di mata publik," ucapnya.
Dasar hukum rekonsiliasi dalam penyelesaian kasus HAM masa lalu memang sudah tidak ada setelah Undang Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dibatalkan Mahkamah Konstitusi tahun 2006. Soal ini Masinton mengatakan, pemerintah bisa menggunakan peraturan presiden sebagai dasar untuk melakukan rekonsiliasi.
Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan mengatakan bahwa pemerintah memilih jalur non-yudisial sebagai penyelesaian kasus 1965. "Kalau mau jalur hukum, silakan saja kalau berani! Tapi, misalnya, untuk peristiwa '65, siapa yang mau dihukum?" ujarnya di Jakarta, Kamis, 17 Maret 2016.
Dalam kesempatan terpisah, Luhut juga mengatakan bahwa saat ini pemerintah sudah dalam tahap finalisasi terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Hasil detail soal rencana penyelesaian kasus HAM masa lalu itu akan terlihat minggu depan. “Pasti ada jalan setelah dirapatkan dengan Kejaksaan Agung,” kata saat ditemui di sela Rapat Peningkatan Keamanan dan Ketertiban Provinsi Jawa Timur di Grand City Mall Surabaya, Rabu 16 Maret 2016.
Mengenai langkah Komisi Nasional HAM yang meminta Presiden Amerika Serikat Barack Obama untuk membuka dokumen intelijennya soal kasus 1965, Luhut menegaskan, "Tidak ada campur tangan Amerika dalam penyelesaian kasus ini."
Desakan Komnas HAM kepada Obama disampaikan pada Selasa dan Rabu pekan lalu saat anggota Komnas HAM bertemu pejabat Kementerian Luar Negeri di gedung Harrys S. Truman di Washington. Saat itu Komisioner Komnas HAM, Muhammad Nurkhoiron menyerahkan surat Ketua Komnas HAM yang ditujukan kepada Obama agar segera membuka dokumen rahasia terkait peristiwa 1965.
ABDUL AZIS | SITI JIHAN SYAHFAUZIAH