TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyarankan agar pemerintah menyelesaikan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di masa lalu dengan cara non yudisial seperti rekonsiliasi. "Kami anggap paling tepat karena ada pengertian di antara semua pihak," kata Prasetyo di kantornya, Jalan Sultan Hasanudin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa, 9 Januari 2018.
Menurut Jaksa Agung cara yudisial akan sulit diwujudkan karena kasusnya telah terjadi berpuluh tahun silam. Salah satu kesulitannya adalah pengumpulan bukti yang akan di bawa ke pengadilan.
Baca: Jokowi Akui Perkara HAM Masa Lalu Masih ...
Ia mencontohkan kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada 1965-1966, sulit untuk ditemukan pelakunya, sulit untuk mengetahui apakah masih hidup atau tidak, serta sulit mengumpulkan barang bukti dan korban.
"Apakah itu yang mau dibawa ke pengadilan?” Jika kasus itu diadili di pengadilan, Prasetyo memperkirakan hasilnya akan mengecewakan. Meski begitu, dia menyangkal menolak menangani kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Baca: Abraham Samad: Pelanggaran HAM di Era ...
Pihak yang berkapasitas menyelesaikan kasus itu, kata Prasetyo, bukan hanya Kejaksaan Agung saja. Wewenang penyelidikan ada di Komnas HAM. Selanjutnya, hasil penyelidikan itu akan diterima Kejaksaan Agung untuk diteliti apakah memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke penyidikan.
Kasus pelanggaran HAM masa lalu tidak kenal kadaluarsa. “Kita akan wariskan terus," kata Jaksa Agung M. Prasetyo.