TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrrahman Ruki menyatakan lembaganya selalu memberi pendampingan terhadap penyidiknya, Novel Salim Baswedan, yang menjalani proses hukum di kepolisian. Menurut Ruki, kehadiran Novel dalam tahap pelimpahan II (tersangka dan alat bukti) di Badan Reserse Kriminal Mabes Polri sesuai dengan prosedur hukum.
"Prosedur hukum harus kami ikuti. Prosedur hukum sesuai dengan hukum acara harus kami ikuti," kata Ruki di kompleks parlemen, Kamis, 3 Desember 2015. "Ketika P21 sudah dinyatakan oleh jaksa penuntut umum, akan ada penyerahan tahap dua, yaitu penyerahan berkas perkara dengan tersangkanya. Prosedurnya begitu."
Kalau tidak mengikuti prosedur hukum, kata dia, polisi punya kewenangan menjemput paksa. "Kalau itu terjadi, maka secara fisik kurang baik dan akan menimbulkan friksi yang lebih jelek," ujar Ruki. Karena itu, menurut Ruki, lebih baik KPK dan Novel mengikuti semua prosedur tersebut. "Penyerahan yang wise sebagaimana penegak hukum pimpinan tertinggi aparat penegak hukum."
Ruki mengaku selalu terus memantau pergerakan Novel. Dia mendapat laporan dari dua biro hukum KPK yang mendampingi Novel, termasuk Novel yang siang ini dibawa ke Bengkulu, Ruki memantaunya. "Silakan kalau memang ke Bengkulu," ujarnya.
Dia mengklaim semua kegiatan-kegiatan yang dilakukan Novel Baswedan dalam rangka panggilan polisi diketahui seluruh pemimpin KPK, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti, dan Jaksa Agung M. Prasetyo. Menurut Ruki, ketiga petinggi institusi penegak hukum tersebut saling koordinasi.
Ruki mengaku, saat Novel dipanggil Bareskrim untuk pelimpahan tahap II pekan lalu, langsung mengontak Kapolri. Dia mengklaim langsung menelepon Kapolri dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Noor Rahmat memberi tahu Novel sedang umroh sehingga tidak bisa hadir. "Beliau bisa menerima hal itu, kemudian datang panggilan kedua, kemudian langsung kami telepon juga, saya bilang kita akan hadapkan," kata Ruki.
Novel tadi sudah mendatangi kantor Bareskrim untuk pelimpahan tersebut. Penyidik Bareskrim lalu membawanya ke kantor Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung.
Saat pelimpahan, sempat terjadi ketegangan antara penyidik Bareskrim dan Novel. Penyidik tersebut mencengkeram lengan Novel untuk digelandang atau dibawa ke Bandara. Penyidik akan membawanya ke Bengkulu karena kejadian perkaranya di sana.
Kasus ini bermula saat Novel menjadi Kasatintelkam Polres Kota Bengkulu pada 2004. Saat itu Novel dituduh menganiaya seorang pencuri sarang burung walet.
Kasus ini telah diproses kepolisian Bengkulu pada 2004. Pada 2012, kasus tersebut kembali mencuat. Penyidik Bareskrim menggeruduk Novel di gedung KPK.
Berbagai pihak menyebut upaya penyidik Polri pada 2012 merupakan upaya kriminalisasi. Soalnya, Novel adalah salah satu penyidik KPK yang mengusut kasus korupsi simulator surat izin mengemudi dengan tersangka Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun menengahi perseteruan ini dan meminta Polri menghentikan penyidikan Novel.
Namun kasus ini kembali diusut setelah KPK menetapkan calon Kepala Polri tunggal pilihan Presiden Joko Widodo, Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi.
LINDA TRIANITA