TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Memanggil 57 Institute mengingatkan bahwa dalang penyiraman air keras terhadap mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan belum terungkap. Hal ini disampaikan untuk memperingati 5 tahun penyerangan terhadap Novel yang jatuh pada 11 April 2022.
“Lima tahun percobaan pembunuhan terhadap Novel Baswedan dengan air keras, tetapi pelaku intelektual belum terungkap,” kata Ketua IM57, M Praswad lewat keterangan tertulis, Senin, 11 April 2022.
Praswad mengatakan Novel dua kali menjadi korban. Setelah matanya dibutakan oleh siraman air keras, Novel dipecat dari KPK karena Tes Wawasan Kebangsaan. Menurut Praswad, hal itu menandakan kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia semakin mengkhawatirkan.
Mantan penyidik KPK yang juga korban TWK ini mengatakan serangan terhadap pemberantasan korupsi terjadi sistematis. Tidak terungkapnya dalang teror dan pemecatan, kata dia, harus dilihat sebagai suatu proses yang menyatu untuk membuat pemberantasan korupsi lumpuh. “Negara tidak memihak pada pegiat pemberantasan korupsi,” ujar dia.
Praswad menganggap Presiden telah abai dari tanggung jawabnya menegakkan hukum. Karena itu, dia meminta Presiden mengambil langkah tegas dengan membentuk tim gabungan pencari fakta yang independen untuk mengungkap pelaku intelektual penyerangan. “Kami juga meminta Presiden mengambil langkah yang tegas dalam melindungi pegiat antikorupsi serta mengembalikan hak-hak pegawai KPK yang dipecat secara melawan hukum,” ujar dia.
Novel Baswedan diserang oleh dua orang yang kemudian diketahui anggota kepolisian pada subuh 11 April 2017. Kedua matanya nyaris buta karena serangan tersebut, dan tidak bisa pulih sepenuhnya hingga sekarang.
Kedua pelaku penyerangan baru ditangkap pada tahun 2020. Mereka adalah Rahmat Kadir Mahulettu dan Ronny Bugis, dua polisi aktif yang bertugas di Brigade Mobil. Rahmat hanya divonis 2 tahun penjara pada Juli 2020. Sementara Ronny divonis 1,5 tahun penjara.