TEMPO.CO, Pekanbaru - Lakon asap di Indonesia selalu saja membawa banyak korban. Kabut asap sisa kebakaran hutan dan lahan di Riau hingga kemarin masih mengganggu aktivitas penerbangan di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru. Jarak pandang yang terbatas—hanya 300 meter—menyebabkan setidaknya 10 jadwal kedatangan dan keberangkatan pesawat jadi mundur.
Duty Manager Bandara SSK II Pekanbaru Hasnan kemarin siang mengatakan ada sejumlah maskapai yang terlambat mendarat, antara lain Sriwijaya Air, Batik Air, Lion Air, AirAsia dari Kuala Lumpur dan Garuda Indonesia. “Saat ini jarak pandang sudah aman,” katanya, kemarin siang.
Menurut Hasnan, kebanyakan pesawat terpaksa mengubah jadwal pagi ke jadwal siang. Sebab, biasanya asap pekat terjadi pada pagi hari dan membuat jarak pandang terbatas hingga 300 meter.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Pekanbaru menyebutkan satelit Terra dan Aqua memantau 151 titik panas di Sumatera. Sedangkan di Riau saat ini hanya terdeteksi tiga titik panas. Namun kabut asap masih menyelimuti Pekanbaru membuat jarak pandang di kota tersebut menurun hingga 300 meter pada pukul 07.00. “Titik panas terpantau pukul 07.00,” kata Kepala BMKG Stasiun Pekanbaru Sugarin.
Semaputnya industri penerbangan itu mendatangkan banyak kerugian. Bukan cuma penumpang yang batal terbang. Industri lainnya pun kena imbasnya. Misalnya, industri tambak udang di Lampung tak bisa mengirim udang ke Jakarta lantaran pesawat tak bisa terbang.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Hariyadi Sukamdani mengatakan musibah kabut asap yang terjadi di sejumlah wilayah membuat kalangan pengusaha mengalami rugi besar. “Secara umum, semua sektor usaha terkena dampaknya. Hal ini membuat ekonomi menjadi lumpuh,” ucapnya.
Hariyadi menjelaskan kabut asap yang terjadi setiap tahun membuat aktivitas dan kegiatan produksi pada berbagai sektor mandek. Pasalnya, banyak perusahaan yang meliburkan pekerja untuk menghindari bahaya kabut.
Berdasarkan data BNPB, dampak kebakaran lahan gambut di Riau tahun lalu, misalnya, menyebabkan kerugian ekonomi mencapai Rp 20 triliun. Belum lagi sekitar 2,3 hektare cagar biosfer terbakar, 58 ribu orang terserang ISPA, dan sekolah-sekolah sampai harus diliburkan.
Saat ini ada enam provinsi yang terganggu petaka asap. Mereka hanya bisa pasrah menerima petaka rutin ini.
RIYAN NOFITRA | DEVY ERNIS | ANTARA