TEMPO.CO, Tuban - Zairoh, 49 tahun, korban bom yang meledak di belakang rumahnya, di Desa Bangilan, Kecamatan Bangilan, Kabupaten Tuban, Senin, 19 Maret 2012, ternyata masih keponakan mantan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama, K.H. Hasyim Muzadi.
Zairoh adalah salah seorang pengajar di Pondok Pesantren Assalam Bangilan. Adapun pemimpin Pondok Pesantren Assalam Bangilan adalah K.H. Muhaimin, yang tak lain adalah adik ipar K.H. Hasyim Muzadi, yang lahir di Desa Bangilan, Kecamatan Bangilan. "Memang Ibu Zairoh masih keponakan Kiai Hasyim," kata Gus Kamik, salah seorang pengasuh Pondok Pesantren Mansaul Ridlo, Bangilan, Tuban.
Gus Kamik menjelaskan bahwa selama ini Pondok Pesantren Assalam tidak pernah terlibat konflik dengan pihak mana pun, termasuk yang berkaitan dengan urusan politik. Pondok Pesantren Assalam juga tidak ada kaitannya dengan aksi bom yang terjadi di belakang rumah Zairoh pada Senin pagi, 19 Maret 2012.
Peristiwa bom tersebut mengagetkan masyarakat Desa Bangilan yang selama ini adem ayem. Selain itu, keluarga Zairoh dan suaminya, yaitu Abdul Ghofur, dikenal sebagai orang yang ramah.
Keluarga itu juga dikenal ahli agama. Zairoh selama ini dikenal sebagai pengajar di Pondok Pesantren Assalam. Pondok pesantren dengan jumlah santri sekitar 1.000 tersebut juga cukup maju. Para santrinya berasal dari berbagai kota di Indonesia.
Pondok pesantren ini menggunakan metodologi pengajaran seperti di Pondok Pesantren Modern Gontor, Ponorogo. "Jadi tidak ada konflik. Kok, tiba-tiba ada bom meledak," ujar Gus Kamik.
Keluarga korban, Mustain, 66 tahun, mengatakan selama ini dua korban, yaitu Abdul Ghofur dan Zairoh, tidak memiliki musuh. Adik iparnya tersebut juga dikenal punya hubungan cukup baik dengan keluarganya. "Kok, aneh, ada bom meledak. Pelaku bomnya tega sekali," ucapnya saat ditemui Tempo di rumahnya, Senin petang.
Saat bom meledak, Mustain sedang berada di rumah, sekitar 30 meter dari lokasi kejadian. Mustain menceritakan, sekitar pukul 05.30 WIB, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang keras.
Semula Mustain mengira suara tabung elpiji yang meledak. Hampir bersamaan, terdengar suara teriakan orang yang kesakitan. Mustain bersama keluarga lain segera menuju ke rumah Abdul Ghofur yang berada di sebelah timur rumahnya. Saat tiba di belakang rumah, tampak Zairoh sudah tergeletak dengan darah membasahi paha, kaki, dan badannya.
Paha sebelah kirinya berlubang sekitar lima sentimeter. Luka lain juga ditemukan pada belakang telinga kirinya. Abdul Ghofur juga mengalami luka pada badan, kaki, dan tangannya.
Warga kemudian memberikan pertolongan dan membawa suami-istri tersebut ke Puskesmas Bangilan. Namun, karena kondisi lukanya cukup parah, keduanya dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Koesmo, Tuban, yang berjarak sekitar 50 kilometer dari Bangilan. "Pelakunya biadab. Saya tidak tega melihat darah yang banyak tercecer,” kata Mustain.
Kepala Kepolisian Sektor Bangilan, Ajun Komisaris Polisi Suparno, mengatakan bahwa polisi hingga kini masih mengumpulkan bukti di lapangan, di antaranya serpihan bom yang mirip pecahan aluminium dan serbuk warna hitam yang baunya seperti belerang. Barang bukti sudah dibawa ke Laboratorium Forensik Kepolisian Daerah Jawa Timur.
Ihwal motif di balik ledakan bom tersebut, hingga kini masih dalam penyelidikan. Hasil penyelidikan, kata Suparno, akan diumumkan oleh Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, Inspektur Jenderal Hadiatmo.
Seperti diberitakan sebelumnya, bom meledak di rumah keluarga Abdul Ghofur, di Desa Bangilan, Kecamatan Bangilan, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Senin pagi, 19 Maret 2012. Bom meledak saat pemilik rumah, Abdul Ghofur, membuka pintu dapur.
Istri Abdul Gofur, Zairoh, mengalami luka parah. Demikian pula Abdul Ghofur. Keduanya kini menjalani perawatan di RSUD Koesmo, Tuban.
SUJATMIKO
Berita Terkait
Polisi Buntuti Lima Teroris Bali Selama Sebulan
Warga Sempat Lihat Teroris Keluar dari Penampungan PSK
Jenazah 5 Teroris Bali Diterbangkan ke Jakarta Siang Ini
Jenazah Lima Teroris di Bali Diidentifikasi
Jenazah 5 Teroris di Bali Dijaga Ketat Polisi