Aksi demontrasi di tengah panas terik matahari itu dimulai dari Patung Kuda depan gedung Indosat menuju gedung Mahkamah Konstitusi. Dengan berjalan kaki mereka mengusung sejumlah poster beragam tulisan. Diantaranya: Hentikan proyek-proyek perubahan iklim yang merugikan kehidupan perempuan, stop dana hutang luar negeri karena menyengsarakan perempuan, hentikan kekerasan atas nama agama terhadap perempuan, lindungi buruh migran perempuan=ratifikasi konvensi migran 1990.
Selain melakukan orasi mereka juga melakukan gerakan tari-tarian. Rencananya dari gedung Makamah Konstusi mereka akan bergerak ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan lalu ke Istana.
Menurut Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan, Risma Umar aksi ini dalam rangka memperingati Hari Perempuan Nasional yang jatuh pada 8 Meret. "Aksi ini sebagai bentuk gugatan kami pada negara," kata Risma soal maksud aksinya.
Menurut dia, selama ini negara dengan kebijakan-kebijakannya tidak peduli dan tidak memihak pada perempuan. Itu ditunjukan dengan banyak contoh, seperti kasus-kasus kekerasan yang menimpa buruh migran perempuan Indonesia di luar negeri, meningkatnya kemiskinan, kelaparan, dan gizi buruk, maupun kegagalan negara dalam menyediakan lapangan kerja bagi perempuan. "Setelah negara gagal menyediakan lapangan kerja bagi perempuan, pemerintah juga melakukan komodifikasi terhadap buruh migran," ujar dia.
Sesuai amanat konstitusi, negara bertanggung jawab menjamin tidak ada kelaparan, melindungi kaum miskin, dan menjamin hak-hak lainnya. Kenyataannya, lanjut Risma, hal itu belum terwujud pada pemerintahan SBY-Boediono saat ini. "Harapan kami sisa 3,5 tahun pemerintahan SBY tidak ada lagi pemiskinan, penggusuran, kelaparan, maupun terulangnya kasus penyiksaan dan perkosaan TKW kita di luar negeri," ujar dia.
Dari Mahkamah Konstitusi mereka akan menuju Istana Negara untuk bergabung dengan sejumlah elemen perempuan lainnya, seperti Barisan Perempuan Indonesia, Gerakan Anti Diskriminasi terhadap Perempuan hingga jumlahnya diperkirakan mencapai 100 orang.
Amirullah