TEMPO Interaktif, Jakarta - Terdakwa kasus letter of credit Bank Century, Misbhakun menduga ada rekayasa dokumen, terutama antara bukti yang dibawa saksi dengan yang tertera di berkas perkara. Alasannya, dalam beberapa agenda kesaksian, dokumen yang dibawa saksi selalu berbeda dengan yang ada dalam berkas.
"Dua kesaksian sebelumnya, bukti berkas juga beda. Berarti ada rekayasa di sini, ada rekayasa alat bukti dan rekayasa yang menjerat kami," kata Misbhakun usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (1/9). Sebelumnya, saksi dari Bank Century juga membawa dokumen yang berbeda dengan yang ada di berkas perkara. "Surat kuasa pencairan dan surat gadai juga berbeda," ujarnya.
Dalam kesaksiannya, Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea Cukai Bojonegoro Nur Indra Prahara membawa dokumen bukti pengiriman barang yang berbeda dengan dokumen dalam berkas perkara. Dalam dokumen milik kantor bea cukai, tercantum tulisan non negotiable pada kiri atas. Tapi tulisan itu tidak ada di bukti dokumen berkas perkara.
"Bill of landing dalam berkas tidak sama dengan yang dibawa saksi, fisiknya berbeda. Apalagi dokumen milik saksi hanya foto copy," kata Parluhutan Simanjuntak, kuasa hukum Misbakhun.
Dalam kesaksian, kata Parluhutan, Nur Indra mengaku kalau dokumen bukti pengiriman barang hanya satu. "Kalau satu, otomatis harus sama dong."
M Assegaf, yang juga kuasa hukum Misbhakun menambahkan, dokumen yang dibawa Nur Indra tidak jelas. Alasannya, pengadilan menggunakan alat bukti dokumen yang ada di berkas perkara. "Itu yang dijadikan dasar. "Ternyata bukti dari saksi beda dengan bukti dari saksi. Di sinilah terlihat rekayasanya," ujar dia.
Baca Juga:
Mengenai proses jual-beli kondensat antara PT Selalang Prima Internasional dan PT Trans Pacific Petrochemical Indofarma, Misbhakun mengaku penjualan itu tidak terjadi secara langsung. Namun melalui perantara, PT Java Energy Resources.
"Jadi PT SPI mengadakan kontrak dengan Gres. Ketika kontrak disetujui dengan letter of credit, PT SPI menjual ke pihak ketiga dan dia yang mengrim barang ke PT TPPI," kata Misbhakun.
Ketika ditanyakan apakah PT SPI merupakan perusahaan broker, Assegaf mengakuinya. Parluhutan pun mengiyakan pendapat rekannya "Kalau dalam perdagangan internasional, trading broker itu boleh," kata Parluhutan.
CORNILA DESYANA