"Merubah alat kelamin dengan sengaja dan tidak ada alasan alamiah dalam diri yang bersangkutan, hukumnya haram," ujar Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Asrorun Ni'am di Twin Plaza Hotel, Selasa (27/7).
Selain pelaku, Majelis juga mengharamkan pihak yang membantu operasi ganti alat kelamin. "Majelis juga melarang penetapan keabsahan status jenis kelamin," Asrorun menambahkan. Sehingga status pelaku operasi menurut Majelis tidak memiliki implikasi hukum syar'i.
Majelis, kata dia, hanya mengakui status kelamin seseorang sebelum dilakukan operasi.
Sebaliknya, kata Asrorun, Majelis justru membolehkan penyempurnaan alat kelamin bagi khuntsa atau orang yang kelaki-lakiannya tidak jelas. "Tapi operasinya harus didasarkan pertimbangan medis, bukan pertimbangan psikis semata," katanya.
Karenanya, Majelis meminta Kementerian Kesehatan membuat regulasi pelarangan operasi ganti kelamin dan pengaturan penyempurnaan jenis kelamin. "Kami meminta organisasi profesi untuk membuat kode etik terkait fatwa ini," ujar Asrorun.
Selain itu, bagi Mahkamah Agung, Majelis meminta agar dibuatkan surat edaran kepada hakim untuk tidak menetapkan permohonan ganti kelamin. Adapun, bagi ulama dan psikiater, Asrorun meminta agar aktif mendampingi orang yang kelainan psikis sehingga mempengaruhi perilaku seksual, sampai kembali normal.
DIANING SARI