Badan antiteror, seperti disampaikan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto pada Jumat lalu di DPR, sudah terbentuk. Peraturan presiden tentang pembentukan lembaga yang resminya bernama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ini keluar dua pekan lalu. Badan yang bertanggung jawab langsung kepada presiden ini akan menghimpun beberapa kementerian dan lembaga yang berkaitan dengan penanggulangan terorisme. Tugas utamanya mencegah terorisme dan melakukan deradikalisasi.
Adanya badan antiteror ini, kata Poengky, diharapkan bisa mengefektifkan koordinasi antardivisi yang berperan dalam menangani teroris, yang selama ini sudah ada di Kepolisian RI, Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan, serta Komando Pasukan Khusus. "Kajian perlu dilakukan untuk menentukan bagaimana badan ini menangani teroris," ujar Poengky.
Detasemen Khusus 88 Antiteror Markas Besar Polri, kata Poengky, sebenarnya cukup bagus dalam menangani terorisme. Kekurangannya, kata dia, pada soal transparansi anggaran dan penggunaan kekerasan yang terkadang masih dilakukan.
Menurut Direktur Program Imparsial Al Araf, selama ini kepolisian cukup berhasil menindak terorisme. "Jadi badan baru itu seharusnya di luar penindakan," ujarnya. Ia menambahkan, jika badan itu berfokus menangani deradikalisasi dan pencegahan, sebaiknya tak perlu ada unsur Tentara Nasional Indonesia dan polisi. "Unsur intelijen pun seharusnya dieliminir," katanya.
Ketua Komisi Pertahanan DPR Kemal Azis Stamboel secara terpisah mengatakan pembentukan badan antiteror langkah yang baik. Sebagai ancaman nontradisional, sudah sepantasnya terorisme mendapat penanganan khusus. Soal anggaran, kata Kemal, memang akan besar. Tapi ini akan teratasi karena di setiap kementerian yang terlibat penanggulangan terorisme memiliki anggaran untuk pencegahan. "Asal asas transparansinya terpenuhi," ujarnya.
RENNY FITRIA SARI | SANDY INDRA PRATAMA