TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Suhardi Alius menyatakan pihaknya telah memetakan jejaring terorisme, termasuk yang melibatkan mantan narapidana, dalam upaya mencegah dan menindak aksi teror.
Tewasnya Santoso, kata dia, tak berarti jejaring terorisme terputus. Aparat akan mengawasi dan memberikan sentuhan persuasif kepada narapidana yang masuk jejaring itu.
Menurut Suhardi, negara maju di Eropa dan Amerika saja masih kebobolan dalam hal serangan terorisme. Padahal negara-negara tersebut telah menggunakan teknologi yang lebih mapan.
Kementerian dan lembaga akan bersinergi merumuskan pencegahan terorisme. "Penanggulangan terorisme bukan pekerjaan mudah dan harus melibatkan semua kementerian terkait," kata Suhardi di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin, 1 Agustus 2016.
Karena itu, kata dia, BNPT tengah merancang pertemuan dengan sejumlah kementerian/lembaga yang mempunyai keterkaitan dengan penanggulangan terorisme.
Suhardi menyatakan rencana itu mendapat dukungan dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dari pertemuan tersebut, kata dia, Wakil Presiden mengatakan tiap negara memiliki persoalan terorisme yang berbeda. Di Indonesia, masalah utama ada pada ideologis. Ia menganggap sulit mengganti cara berpikir atau ideologi seseorang.
Dari situ, BNPT tak hanya melibatkan kementerian/lembaga, tapi juga organisasi massa dan tokoh masyarakat. "Kami libatkan semuanya dengan sasaran yang jelas," ucapnya.
ADITYA BUDIMAN