TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pihak memprotes usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto, yang disampaikan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang juga politikus Partai Golkar, Bambang Soesatyo, dalam acara silaturahmi pimpinan MPR dengan keluarga besar Soeharto.
"Rasanya tidak berlebihan sekiranya mantan Presiden Soeharto dipertimbangkan oleh pemerintahan yang akan datang untuk mendapatkan anugerah gelar pahlawan nasional," kata pria yang biasa dipanggil Bamsoet itu di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara IV, kompleks Senayan, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 28 September 2024.
Maria Catarina Sumarsih, salah satu pelopor Aksi Kamisan, meminta pemerintah untuk membatalkan wacana itu. "Pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto harus ditolak," kata Sumarsih dalam keterangan tertulisnya kepada Tempo melalui aplikasi WhatsApp pada Sabtu, 28 September 2024.
Sumarsih mengungkit kembali perjuangan mahasiswa menggulingkan Soeharto pada tahun 1998 demi tercapainya cita-cita Reformasi. Dia mengingatkan kembali soal sikap Soeharto yang bertangan besi saat menghadapi demonstran.
"Sebelum Soeharto turun dari jabatan presiden pada 21 Mei 1998 terjadi penculikan aktivis pro-demokrasi, penembakan mahasiswa Trisakti dan kekerasan politik pada 13-15 Mei 1998," ujarnya.
Sumarsih menjadi salah satu tokoh kunci dalam Aksi Kamisan. Aksi itu diikuti korban pelanggaran HAM dan aktivis kemanusiaan di seberang Istana Merdeka setiap Kamis. Aksi tersebut telah berlangsung sejak 18 Januari 2007.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengkritik wacana itu sebagai upaya untuk menguntungkan kelompok tertentu. "Langkah itu sangat politis yang oportunistik. Hanya berbasis pada kepentingan segolongan kelompok orang saja," kata Usman dalam pesan tertulisnya kepada Tempo, Sabtu, 28 September 2024.
Usman menilai penyematan gelar pahlawan nasional hanya layak diberikan kepada orang-orang yang selama masa hidupnya konsisten dalam idealisme perjuangan. "Bukan orang yang saat akhir hidupnya berstatus tersangka korupsi penyalahgunaan kekuasaan," tuturnya.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP, Guntur Romli, menentang penyematan gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua Soeharto. “Soeharto tidak bisa diangkat jadi pahlawan karena tak hanya soal tercela, tapi dosa-dosa kejahatan kemanusiaan itu,” kata Guntur pada Ahad, 29 September 2024.
Guntur membeberkan beberapa alasannya menolak rencana penyematan gelar tersebut. Menurut dia, rezim Soeharto terlibat atas kasus kekerasan dan pembunuhan massal pada 1966, 1974, dan 1980 seperti adanya operasi penembakan rahasia atau Petrus juga kejahatan HAM di beberapa daerah yakni Timor-Timur, Papua, dan Aceh.
Selain kasus kekerasan fisik, Guntur juga menyebutkan adanya pembungkaman terhadap tokoh-tokoh dan gerakan demokrasi yang berupaya melawan rezim Orde Baru, khususnya atas serangan pasukan pemerintah Indonesia terhadap kantor pusat Partai Demokrasi Indonesia pada 27 Juli 1996.
ALFITRIA NEFI P | SAVERO ARISTIA WIENANTO | SAVERO ARISTIA WIENANTO
Pilihan Editor: Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Ketahui Syaratnya Menurut Undang-Undang