TEMPO.CO, Jakarta - Demonstrasi di berbagai kota besar di Indonesia pada hari ini buntut dari Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI yang menolak putusan Mahkamah Konstitusi atau MK saat pembahasan perubahan keempat Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah atau UU Pilkada pada Rabu kemarin, 21 Agustus 2024.
Salah satu penolakan DPR terhadap putusan MK terkait ambang batas pencalonan kepala daerah. Adapun Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 sebelumnya menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah untuk partai politik.
Melalui putusan MK ini, partai politik atau partai politik gabungan yang tidak mendapatkan kursi di DPRD tetap bisa mencalonkan calon gubernur dan wakil gubernur selama memenuhi perolehan suara yang disyaratkan MK.
Ada empat klasifikasi besaran suara sah berdasarkan putusan MK, yaitu; 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen dan 6,5 persen, sesuai dengan besaran Daftar Pemilih Tetap (DPT) di daerah terkait. Sebagai informasi, syarat besaran suara sah untuk Jakarta adalah 7,5 persen.
Dilansir dari Tempo, Rabu, 21 Agustus 2024, ketentuan ini kemudian dimasukkan oleh panitia kerja (panja) di dalam draf Pasal 40 RUU Pilkada. Namun, Panja Badan Legislasi atau Baleg DPR RI hanya menyepakati penurunan syarat ambang batas Pilkada hanya berlaku bagi partai yang tak memiliki kursi DPRD.
Dalam Daftar Inventarisasi Masalah yang dibacakan dalam rapat Panja RUU Pilkada, partai politik yang mendapatkan kursi parlemen daerah tetap menggunakan syarat lama ambang batas Pilkada.
“Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan,” bunyi ketentuan tersebut.