Said memaparkan, setidaknya ada enam prinsip UUD 1945 yang melarang aturan sedemikian itu, di antaranya ada prinsip negara hukum, persamaan di muka hukum, demokrasi dalam pilkada, kesamaan perlakuan, dan seterusnya. Selain itu, pihaknya mendalilkan sejumlah argumen dalam permohonan ini.
Pertama, kata dia, substansi permohonan ini sebetulnya sudah pernah diputus oleh Mahkamah Konstitusi pada 19 tahun lalu atau 2005. Kala itu, muncul putusan MK nomor 5 yang membatalkan aturan hanya partai politik yang punya kursi DPRD saja yang boleh mengajukan paslon. "Jadi ini bukan hal baru bagi MK," ujar Said.
Karena itu, Partai Buruh dan Gelora optimistis majelis hakim konstitusi akan mengabulkan permohonan mereka. Bahkan, kedua partai politik itu yakin MK akan lebih cepat memproses permohonan mereka.
"MK bisa memutus ini dalam waktu yang sangat cepat, dengan persidangan yang digelar dengan pemeriksaan acara cepat atau speedy trial," beber Said.
Sebab, kata dia, perkara ini sudah pernah diputus. "Maka MK enggak perlu mendengarkan pemerintah dan DPR karena sifatnya fakultatif, tidak wajib."
Optimisme Said terbukti. MK mengabulkan permohonannya pada Selasa, 20 Agustus 2024. Namun, DPR menolak putusan MK melalui revisi UU Pilkada pada Rabu kemarin, 21 Agustus 2024.
Rencananya, DPR akan mengesahkan RUU Pilkada melalui paripurna pada hari ini, Kamis, 22 Agustus 2024. Namun, gelombang demontrasi terjadi di beberapa kota besar, DPR memutuskan untuk menunda pengesahan RUU Pilkada tersebut.
AMELIA RAHIMA SARI | DESTY LUTHFIANI | EKA YUDHA SAPUTRA | SULTAN ABDURRAHMAN
Pilihan Editor: Baleg DPR Setuju Revisi UU Pilkada Disahkan