TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP Megawati Soekarnoputri mengkritik penyematan gelar 'Bapak Pembangunan' yang melekat pada Presiden Kedua RI Soeharto.
Megawati menilai Soeharto lebih memilih pembangunan infrastruktur ketimbang sumber daya manusia. "Apa pembangunannya? Karena kalau bagi kami, pembangunan paling penting adalah pembangunan mental bangsa, bukan fisik," kata Megawati saat menghadiri Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Partai Perindo di iNews Tower, Jakarta Pusat, Selasa, 30 Juli 2024.
Mega mengatakan terjadi proses de-Soekarnoisasi selama pembangunan di masa Soeharto. Dia menilai ada proses mereduksi nilai-nilai dan gagasan proklamator, Sukarno, selama Soeharto berkuasa. "Waktu itu beliau melakukan de-Sukarnoisasi," ujarnya.
Lebih lanjut, Mega turut mengungkap bahwa dirinya sempat kesulitan memperoleh pendidikan Sukarnois saat masih muda. Dia merasa dirinya dan kawan-kawan seangkatannya menjadi korban Soeharto.
"Saya tidak ada masalah dengan beliau, tetapi dalam cara berpikir dan berpolitiknya. Saya sendiri sampai hari ini tidak mengerti. Saya jadi korban juga, temen-temen saya," tuturnya.
Tak sampai di situ, Mega meminta agar generasi muda tak melupakan nilai-nilai Sukarno agar sumber manusia Indonesia dapat mendasarkan diri kepada Pancasila. "Sukarno itu sosok yang visioner, melihat kita kaya raya dan berbudaya," ucapnya.
Soeharto merupakan Presiden Indonesia kedua setelah Sukarno. Ia berkuasa mulai 1967 hingga 21 Mei 1998. Kekuasaan Soeharto berakhir setelah terjadi gelombang unjuk rasa besar-besaran menuntutnya mundur.
Selama berkuasa, Soeharto kerap disebut sebagai Bapak Pembangunan karena selama Orde Baru, dia berfokus kepada pembangunan. Saat itu Soeharto menetapkan Rencana Pembangunan Lima Tahun atau Repelita dengan fokus membangun berbagai infrastruktur seperti sekolah, waduk, embung, jalan tol, dan lainnya.
Pilihan Editor: Kilas Balik 28 Tahun Tragedi Kudatuli, Kudeta 27 Juli 1996 dan PDI, Siapa Tanggung Jawab?