Perjalanan pencarian keadilan ini adalah milik korban seutuhnya. KAKG ada untuk mendampingi, memberikan informasi, nasihat atau masukan, tetapi tidak pernah untuk membuat keputusan. Apa pun keputusan dalam penanganan kasus akan berdampak langsung bagi korban.
”Agensi korban untuk menentukan keputusannya, keadilannya, dan perjalanannya sendiri adalah bagian dari kebangkitan mereka atas kekerasan yang terjadi,” kata peraih Master Hukum dari University of Chicago Law School ini.
“Sebab pada dasarnya, saat terjadi kekerasan, kuasa dan kemandirian korban diambil alih oleh orang lain.”
Bagi korban kekerasan seksual dapat menyampaikan aduannya ke e-mail: konsultasi@advokatgender.com, Hotline: 088299989248, Instagram: @advokatgender, dan TikTok: @advokatgender.
Veda mengatakan, banyak korban yang hanya meminta layanan konsultasi hukum. Sebagian lagi meminta pendampingan hukum langsung, baik dengan mekanisme di dalam maupun di luar pengadilan, dengan hasil yang berbeda-beda.
”Sejauh ini setidaknya sudah ada lima putusan pengadilan atas perkara yang kami dampingi dan dalam 1 kasus, korban berhasil memperoleh restitusi dari pelaku,” jelas Veda.
Per awal 2024, total ada sekitar 550 pengaduan yang datang ke KAKG. Sebesar 93 persen pengaduan datang dari kaum perempuan, 5 persen kelompok minoritas gender, dan 2 persen laki-laki (heteronormatif).
Untuk ke depannya, Veda mengharapkan agar tidak ada lagi kasus kekerasan seksual yang terjadi, sehingga KAKG tidak perlu ada.
“Semua kalangan dapat memperoleh akses keadilan dari pihak pemerintah. Dalam artian, pemerintah sudah cukup kapasitas untuk menyediakan hukum yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat,” ujarnya. ***