TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau GTK Kemendikbudristek sedang berupaya bisa memenuhi kebutuhan jumlah guru di Provinsi Papua. Regulasi pemenuhan jumlah kebutuhan guru di Papua ini telah tertuang dalam Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2023.
Aturan itu muncul untuk menindaklanjuti Undang-undang Otonomi Khusus atau Otsus Papua. Direktur Jenderal GTK Kemendikbudristek, Nunuk Suryani mengatakan, bahwa regulasi tersebut mengkhususkan wilayah Papua untuk merekrut guru dari lulusan sekolah menengah atas atau SMA.
"Memang di Papua ini masalah (kebutuhan jumlah guru) cukup berat dan itu yang harus segera kami selesaikan," kata Nunuk saat menutup Rapat Koordinasi Konsorsium Pendidikan Daerah, di Merauke, Papua Selatan pada Rabu, 18 September 2024.
Ia menilai, kebutuhan jumlah guru di Provinsi Papua masih belum seimbang. Belum lagi, kata dia, masih ada guru di Papua yang belum memenuhi gelar sarjana.
"Untuk mendapatkan lulusan S1 atau D4 di Papua Selatan yang berminat jadi guru itu tidak mudah dan tidak banyak," kata Nunuk.
Dengan adanya peraturan menteri itu, Nunuk mengatakan bahwa pelajar lulusan SMA bisa menjadi guru di tingkat sekolah dasar (SD). Namun, calon guru dari lulusan SMA itu perlu mendapatkan pendidikan sebelum terjun mengabdi sebagai guru.
Nunuk mengungkapkan, pihaknya masih mencari sejumlah perguruan tinggi untuk menjalankan program pendidikan bagi calon guru lulusan SMA ini. Nantinya, kata dia, Universitas Cenderawasih dan Universitas Musamus Merauke bakal menjadi mitra kerja sama Kemendikbudristek.
Selain itu, Nunuk mengatakan bahwa guru yang direkrut melalui skema ini bisa mendapatkan sertifikasi di masa mendatang. Sebab, guru itu harus mendapatkan gelar sarjana strata satu sehingga bisa mengikuti PPG. "Jika sudah selesai S1, baru dia bisa ikut PPG dan jadi guru sertifikasi," ujarnya.
Pilihan Editor: Tambahan Anggaran Rp 10,4 T di Kementerian Pendidikan untuk Kesejahteraan Guru-Dosen