TEMPO.CO, Solo - Sebanyak 25 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Jawa Tengah menyatakan mosi tidak percaya terhadap Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PSI Jawa Tengah yang saat ini dipimpin oleh Antonius Yogo Prabowo.
Mereka meminta agar Dewan Pimpinan Pusat (DPP) segera melakukan pembenahan terhadap struktur organisasi maupun kinerja. Mereka juga meminta DPP PSI agar Yogo dicopot dari jabatan sebagai ketua DPW PSI Jawa Tengah.
Menanggapi hal tersebut, Yogo menyatakan pihaknya telah berfokus bekerja untuk penguatan struktur dan persiapan pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024. Dia pun menyinggung soal 25 DPD yang melayangkan mosi tidak percaya tersebut.
"Kami tahu betul dari yang ngaku 25 DPD, bisa dicek hanya berapa DPD yang punya SK (surat keputusan)," kata Yogo, Selasa, 30 April 2024, seperti dikutip dari Tempo.
Selain itu, Yogo turut membantah poin-poin yang menjadi dasar mosi tidak percaya tersebut.
"Setahu kami, mereka sudah ke DPP juga, tapi terus bermanuver seperti ini. Yang jelas poin-poin yang mereka sampaikan semuanya keliru, tidak ada yang benar," ujar Yogo.
Dia mengatakan saat diklarifikasi dengan DPP sudah jelas. "Saat diklarifikasi DPP sudah clear semua. Cuma saya tetap berterima kasih dengan adanya kritikan ini, karena kita di DPW terbuka terhadap saran maupun kritikan," ucap dia.
DPD PSI layangkan mosi tidak percaya
Sebelumnya, Ketua DPD PSI Kabupaten Jepara Albert Siahaan menjelaskan, pelayangan mosi tidak percaya itu didasari permasalahan di struktural partai di bawah kepemimpinan Yogo selaku ketua DPW PSI Jawa Tengah.
Dia mengklaim pernyataan mosi tidak percaya tersebut disepakati setidaknya oleh 25 DPD dari 34 DPD PSI se-Jawa Tengah.
"Langkah ini kami lakukan sebagai kader PSI dengan maksud untuk perbaikan partai ke depannya, terlebih saat ini kita akan segera menghadapi pilkada. Harapannya, kami bisa lebih berbuat lebih lagi untuk bangsa lewat partai. Apalagi sejak awal, semangat PSI adalah membina generasi muda agar bisa berkiprah di politik. Sehingga kami ingin pemimpin yang bisa mengayomi pengurus," ujar Albert kepada wartawan Selasa, 30 April 2024.
Albert mengungkapkan para kader di partai merasakan diskriminasi saat pemilu lalu, yakni ketika kepemimpinan DPW yang menjalankan roda kepartaian tidak sesuai aturan. Dia mencontohkan, langkah ketua DPW yang mengganti pengurus di tingkat DPD tidak sesuai aturan.
"Ada aturan dari DPP, di mana struktural DPD tidak boleh diganti selama masa pemilu berlangsung. Tetapi ada beberapa DPD yang diganti strukturalnya di masa kampanye oleh DPW, sehingga terjadi kekacauan di tubuh partai pada saat pemilu," tutur dia.
Selain itu, kepemimpinan Yogo juga dinilai tidak transparan dalam memberikan informasi, terutama terkait anggaran kepartaian.
"Jadi kami tidak tahu informasi apa yang ada di DPW, terutama keuangan ya. Padahal itu seharusnya kita tahu," ungkapnya.
Dia menyebut seringnya ada keputusan mendadak dari Yogo juga dinilai menjadi permasalahan dalam kepemimpinanya. Dia mengambil contoh kasus di Kabupaten Blora, yakni pada saat DPD PSI di wilayah itu diminta mempersiapkan kampanye untuk DPW PSI Jawa Tengah.
"Tetapi pada hari H ternyata batal tanpa pemberitahuan, padahal sudah ada 1.000 orang yang datang," ungkapnya.
Yogo juga dinilai tidak mampu membangun komunikasi antarcaleg, sehingga sering terjadi kekisruhan di akar rumput terkait daerah pemenangan masing-masing, serta terjadi tumpang tindih di basis kemenangan.
"Saya mengalami itu. Jadi ada wilayah yang masuk wilayah kemenangan saya, tapi ada caleg lain yang masuk. Padahal itu seharusnya diatur oleh DPW," jelasnya.
Menurut Albert, seorang pemimpin seharusnya bisa mencetak pemimpin baru yang lebih baik dari dirinya sendiri. Namun hal tersebut tidak dirasakan para kader dari pribadi Yogo. Sehingga menurutnya, kalau hakikat ini dilanjutkan, maka PSI tidak akan maju.